Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/75678
Full metadata record
DC Field | Value | Language |
---|---|---|
dc.contributor.advisor | ANTIKOWATI | - |
dc.contributor.advisor | INDRAYATI, Rosita | - |
dc.contributor.author | ABRIANTO, Dimas Bagus | - |
dc.date.accessioned | 2016-08-04T01:01:59Z | - |
dc.date.available | 2016-08-04T01:01:59Z | - |
dc.date.issued | 2016-08-04 | - |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/75678 | - |
dc.description.abstract | 4.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya dalam kaitannya dengan pokok permasalahan yang ada, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan tentang definisi hakim. Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut. Hakim sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 5, juga meliputi hakim pada pengadilan khusus disebut sebagai hakim ad hoc. Atas definisi itu, maka pengertian hakim ad hoc adalah hakim. Kemudian di dalam Pasal 19 disebutkan hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara. Hal tersebut berbeda sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 122 huruf e Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, menyebutkan bahwa Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 : (e) Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc. Atas adanya pertentangan dalam ketentuan tersebut menjadikan adanya dualisme tentang kedudukan hakim ad hoc sebagai pejabat negara atau bukan. 2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/PUU-XII/2014 menyatakan bahwa menolak permohonan pemohon yang pada intinya menyatakan bahwa hakim ad hoc bukan pejabat negara. Akibat hukum terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bahwa Hakim ad hoc merupakan hakim non-karier yang mempunyai keahlian dan kemampuan untuk mengadili suatu perkara khusus, sehingga hakim ad hoc dapat memberi dampak positif ketika bersama hakim karier menangani sebuah perkara. Penentuan kualifikasi hakim hakim ad hoc sebagai pejabat negara atau bukan merupakan kebijakan hukum terbuka yang sewaktu-waktu dapat diubah oleh pembentuk undang-undang sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan yang ada. | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.relation.ispartofseries | 196112021988022001; | - |
dc.subject | HAKIM AD-HOC | en_US |
dc.subject | SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA | en_US |
dc.title | KAJIAN YURIDIS HAKIM AD-HOC SEBAGAI PEJABAT NEGARA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 32/PUU-XII/2014) | en_US |
dc.type | Undergraduat Thesis | en_US |
Appears in Collections: | UT-Faculty of Law |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
DIMAS BAGUS ABRIANTO - 110710101080 -1.pdf | 933.1 kB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.
Admin Tools