Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/72618
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorANTIKOWATI-
dc.contributor.advisorINDRAYATI, ROSITA-
dc.contributor.authorHIDAYAT, RIZKY-
dc.date.accessioned2016-01-27T07:52:18Z-
dc.date.available2016-01-27T07:52:18Z-
dc.date.issued2016-01-27-
dc.identifier.nim110710101264-
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/72618-
dc.description.abstractIndonesia sebagai negara yang menganut sistem negara hukum yang demokratis (democratische rechtsstaat) atau negara demokrasi yang berdasar atas hukum (constitutional democracy), pelaksanaan the principle independence and impartiality of the judiciary (asas peradilan yang bebas dan tidak memihak) haruslah benar-benar dijamin. Hal ini tentu dengan tujuan memudahkan langkah kekuasaan kehakiman melaksanakan fungsi utamanya, yaitu menegakkan keadilan. Di antara beberapa upaya untuk menjaga independensi kekuasaan kehakiman, ada satu hal yang dijadikan indikator terkait progresivitas kemandirian peradilan, khususnya di puncak badan peradilan (Mahkamah Agung). Hal itu ialah pengaturan mengenai proses perekrutan hakim agung. Indonesia pun melegitimasi hal tersebut, yang dibuktikan dengan adanya norma dalam konstitusi mengenai pengisian jabatan hakim agung. Norma yang dimaksud ialah Pasal 24A ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, yang menyatakan “Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden”. Secara sederhana, berdasarkan konstitusi bahwa Komisi Yudisial memiliki wewenang untuk mengusulkan calon hakim agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat, dan selanjutnya memiliki wewenang untuk memberikan persetujuan sebelum ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Terlihat tidak ada masalah dengan norma tersebut. Wewenang dari setiap lembaga yang berperan dalam perekrutan hakim agung itu pun sudah sangat jelas. Wewenang Komisi Yudisial dalam Pasal 24B ayat (1), yaitu “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim”. Jika dipisah-pisah, maka kewenangan Komisi Yudisial, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden masing-masing sebagai berikut: Komisi Yudisial mengusulkan, Dewan Perwakilan Rakyat memberikan persetujuan, dan Presiden menetapkan.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectKOMISI YUDISIALen_US
dc.subjectPEMILIHAN HAKIM AGUNGen_US
dc.titleKAJIAN KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PROSES PEMILIHAN HAKIM AGUNGen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
RIZKY HIDAYAT cover 123.pdf1.39 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools