Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/71272
Title: EKSISTENSI KELEMBAGAAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM MENJALANKAN INDEPENDENSI PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
Authors: Setyawan, Fendi
Handoko, Mardi
SUDRAJAT, RAHMAT
Keywords: BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
Issue Date: 13-Jan-2016
Abstract: Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah salah satu lembaga peradilan konsumen adalah salah satu lembaga peradilan konsumen berkedudukan pada tiap Daerah Tingkat II kabupaten dan kota di seluruh Indonesia sebagaimana diatur menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertugas utama menyelesaikan persengketaan konsumen di luar lembaga peradilan umum. Sengketa konsumen tersebut dapat diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. Penyelesaian sengketa ini seperti terdapat dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 23 Undang-UNDANG Nomor 8 Tahun 1999. BPSK memiliki kewenangan unuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan dari para pohak yang bersengketa, melihat aau meminta tanda bayar, tagihan aau kuitansi, hasil test lab atau bukti-bukti lain.keputusan BPSK bersifat mengikat dan penyelesaian akhir bagi para pihak Prinsip mengenai cara untuk menyelesaikan sengketa diserahkan sepenuhnya kepada para pihak atau dengan kata lain menganut asas kebebasan berkontrak. Dalam penyelesaian sengketa konsumen secara berurutan ditentukan paling tidak empat alternative yaitu secara musyawarah mufakat dan apabila mengalami kegagalan, maka dapat ditempuh melalui upaya mediasi, arbitrase, dan konsolidasi UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen telah mengamanatkan pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang diberi wewenang dan diikutsertakan dalam menyelesaikan setiap sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen, Penyelesaian sengketa konsumen berlangsung melewati 2 jalur, yaitu : pertama , Penyelesaian sengkea konsumen di luar pengadilan (Out of Court Setlement) dan, kedua, Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan (Court Settlement). Khusus bagi BPSK Tingkat II, hanya bertugas dan berwenang menyelesaikan sengketa diluar pengadilan. Hal ini tersura dalam Pasal 49 ayat (1) , Pasal 53. Peranan BPSK dalam menyelesaikan konsumen adalah menerima sengketa yang diajukan oleh pihak yang bersengketa dimana para pihak menginginkan sengketanya diselesaikan melalui mediasi, konsilisasi, dan arbirase. Penyelesaian sengketa konsumen dapa dilakukan di pengadilan atau lembaga BPSK karena sifanya sukarela. Kelembagaan BPSK yang termuat dalam UU No. 8 Tahun 1999 beserta peraturan pelaksanaannya amat terbatas, kurang jelas, dan bahkan beberapa substansinya saling bertentangan. Contoh Pasal 56 ayat (2) UUPK disebutkan bahwa putusan BPSK (yang bersifat final dan mengikat berdasarkan pasal 54 ayat (3) UUPK) dapat dimintakan upaya hukum keberatan ke Pengadilan Negeri. Artinya kekuaan putusan BPSK secara yuridis masih digantungkan pada supremasi pengadilan sehingga tidak benar-benar bersifat final. BPSK mempunyai karakteristik dalam penyelesaian sengkea konsumen. Pertama seringkali bersifat khas dan kompleks sehingga memerlukan cara penyelesaian yang komprehensif . Kedua pembentukan system hukum yang tidak bisa dihindarkan dari pengaruh sisem ekonomi global yang bernuansa neoliberlisme dan kapitalistik. Ketiga, keberadaan UUPK beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya amat terbatas dan beberapa substansinya bermasalah . Pada prinsipnya lembaga ekstra itu selalu diidealkan bersifat independen dan seringkali memiliki fungsi campuran yang semilegislatif dan regulatif, semi administrative, dan bahkan semi yudikatif. BPSK adalah salah satu lembaga begara dibawah Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang dibentuk pada era reformasi di Indonesia. Keberadaan BPSK harus tetap dipertahankan. Sebab menyelamatkan BPSK sama artinya dengan menyelamatkan nhak-hak konsumen di Indonesia. Keberadaan BPSK sebagai lembaga negara yang tidak diatur di dalam UUD berpengaruh dalam menjalankan fungsi yang dimiliki. Peran BPSK dalam merealisasikan tugas kewajiban dan wewenang yang dimiliki dalam menguatkan hak-hak konsumen di Indonesia masih xiii sangat terbatas, hal ini dikarenakan sempitnya ruang gerak BPSK di dalam perauran perundang-undangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001Tentang Pembentukan BPSK disetiap kota maupun kabupaten. Dalam melakukan kegiatannya BPSK masih satu aap dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG) keberadaan BPSK sebagai lembaga bantu atau penunjang dilihat dari prosedur pembentukannya lembaga tersebut selalu mendapat konflik antara norma yang lebih tinggi dengan norma yang lebih rendah muncul ini adalah masalah undang-undang yang tidak konstitusional. Independensi bagi BPSK adalah kemampuan BPSK untuk berperilaku obyektif dalam merumuskan kebijakannya sendiri tanpa dipengaruhi kepentingan luar. Independensi BPSK lebih bbanyak dinilai oleh tersedianya mekanisme yang transparan untuk menilai kinerja BPSK yang bersangkutan, sehingga dapat menjaga agar fungsinya tidak bias. Pemilihan ketua dan Majelis BPSK menggunakan prosedur yang demokratis , transparent dan objektif, Pimpinan BPSK yang terpilih dikenal sebagai orang dengan integritas yang baik dan telah teruji independensinya. Masa keanggotaan BPSK berlaku selama 5 tahun, dan dapat diangkat kembali untuk sau masa kali jabatan berikutnya. Ketua dan Wakil Ketua berasal dsari unsur pemerintahan dan dipilih diantara dan oleh para anggota, Sekretaria BPSK terdiri dari Kepala dan Anggota Sekretariat berasal dari aparatur pemerintah yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan, memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen. Kepala dan Anggota Sekreariat diangka dan diberhentikan oleh Menteri Lahirnya BPSK diharapkan mampu memberikan solusi dalam menyelesaikan persoalan konsumen yang terjadi, keberadaan BPSK diharapkan menjadi alternative bagi kejenuhan dan keprihatinan masyarakat terhadap sisem peradilan Indonesia. Perlu adanya eksisensi dari lembaga BPSK sebab budaya hukum masyarakat termasuk faktor yang mempengaruhi arti penting penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan. BPSK hendaknya memperkua Sumber Daya Manusia termasuk juga pembenahan pada pemilihan yang didominasi dari unsur pemerintah demi menjaga independensinya di bidang perlindungan konsumen.
URI: http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/71272
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
RAHMAT SUDRAJAT - 080710101019_Part1.pdf628.49 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools