Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/67862
Title: KEABSAHAN GADAI TANAH PERTANIAN (JUAL BALIN) YANG DILAKUKAN MENURUT HUKUM ADAT DI DESA BERCAK KECAMATAN CERMEE KABUPATEN BONDOWOSO
Authors: RATO, Dominikus
ZULAIKA, Emi
SEMRONI
Keywords: GADAI TANAH PERTANIAN
HUKUM ADAT
Issue Date: 18-Dec-2015
Abstract: Kesimpulan dari pembahasan skripsi ini adalah, Pertama, Gadai tanah pertanian yang dilakukan oleh masyarakat di desa bercak kecamatan cermee kabupaten bondowoso megalami perubahan nama yaitu menjadi transaksi jual balin, serta terjadi perubahan atas jangka waktu gadai tanah yang pada awalnya dibatasi 7 tahun apabila gadai lebih dari waktu tersebut maka penjual gadai dapat memperoleh tanahnya meskipun tanpa dilakukannya penebusan terlebih dahulu, akan tetapi didalam jual balin tidak ada batasan waktu seperti halnya gadai menurut Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Prp no 56 Tahun 1960, dalam jual balin jumlah uang tebusan sama dengan jumlah awal harga tanah yang dijual balinkan berbeda dengan ketentuan jumlah uang tebusan gadai tanah sebagaimana dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-undang Prp no 56 Tahun 1960. Kedua, Keabsahan antara di desa bercak dengan pendapat para pakar hukum adat mempunyai kemiripan suatu perjanjian gadai tanah dianggap sah apabila dilakukan secara terang, terang dalam artian dilakukan dihadapan fungsionaris hukum, akan tetapi ada ketentuan lain yang mana perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat dari keduabelah pihak yang membuat perjanjian terlepas diluar sepengetahuan perangkat desa dan kepala desa. dan juga keabsahan gadai tanah yang dilakukan di desa Bercak unsurnya sama dengan syarat sahnya suatu perjanjian yang ada dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu: sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal. Ketiga, Pilihan penyelesaian sengketa gadai tanah di Desa Bercak lebih memilih dilakukan menurut hukum adat daripada menurut jalur pengadilan. Permasalan yang terjadi biasanya mengenai jangka waktu, yaitu penebusan yang dilakukan oleh penjual gadai pada saat jangka waktunya belum berahir, pemecahan masalah yang dilakukan biasanya melalui musyawarah dulu antara kedua belah pihak tanpa adanya campur tangan dari pihak ketiga, jika cara tersebut tidak berhasil maka dilakukan melalui proses mediasi yaitu dengan adanya bantuan dari pihak ketiga (kepala desa atau perangkat desa) sebagai penengah untuk membantu mencarikan solusi. Pemilihan penyelesaian sengketa secara adat ini agar dapat memelihara nilaixv nilai yang ada dalam masyarakat, seperti halnya nilai kekeluargaan, gotong royong dan toleransi sehingga dapat terjalinnya hubungan antara masyarakat yang harmoni.
URI: http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/67862
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Semroni - 110710101024.pdf5.88 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools