Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/67739
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorRACHMAD S., Iwan-
dc.contributor.advisorINDRAYATI, Rosita-
dc.contributor.authorKURNIAWAN, Dedi-
dc.date.accessioned2015-12-17T07:30:12Z-
dc.date.available2015-12-17T07:30:12Z-
dc.date.issued2015-12-17-
dc.identifier.nim100710101019-
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/67739-
dc.description.abstractKesimpulan penelitian yang diperoleh antara lain adalah, Pertama, Dalam ketentuan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, jika ada peserta pemilu yang merasa keberatan dengan hasil Pemilu, bisa diadukan pada Mahkamah Konstitusi untuk memutus perselisihan tentang hasil Pemilu. Sedikitnya ada tiga landasan utama yang mendasari prosedur gugatan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi, yaitu Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pilpres, dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hail Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Sifat putusan Mahkamah Konstitusi dalam memberikan putusan adalah bersifat final dan mengikat. Kedua, Hambatan yang dihadapi dalam perselisihan hasil pemilihan umum presiden tahun 2014 yang lalu adalah terkait hasil hitung cepat yang berbeda. Hasil rilis berbagai media, termasuk exit poll, menjadi kendala dalam penyelesaian sengketa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 di Mahkamah Konstitusi. Selisih margin elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla semakin mengecil. Bahkan ada menyebut tinggal satu persen. Pihak kalah akan menggunakan rilis lembaga survei bahan saat ajukan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi. Kalau marginnya satu persen saja antardua pasangan calon jumlahnya bisa kira 1-1,5 juta. Kalau 1,5 juta selisihnya, yang dipakai adalah C1 karena paling akurat. Berapa C1 yang harus dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk diselesaikan, padahal waktunya hanya 14 hari. Dalam kondisi demikian, Mahkamah Konstitusi akan meminta kepada pemohon untuk membuktikan kecurangan tersebut secara massif, terstruktur, dan sistematis. Hal itu semuanya bisa dibuktikan di Mahkamah Konstitusi mengingat waktu perisidangan hanya 14 hari. Ketiga, Apabila ada kendala atau hambatan dalam tugas dan kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam penanganan sengketa pemilihan umum, harus kembali pada konstitusi dan peraturan yang berlaku khususnya Pasal 24 C ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa : Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectMAHKAMAH KONSTUTISIen_US
dc.subjectPEMILIHAN UMUMen_US
dc.titleMAHKAMAH KONSTUTISI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA HASIL PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN 2014en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Dedi Kurniawan - 100710101019.pdf3.08 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools