Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/57145
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorRakhman, Darul-
dc.contributor.authorSutji, Asmara-
dc.contributor.authorIndrayati, Rosita-
dc.date.accessioned2014-04-21T01:53:16Z-
dc.date.available2014-04-21T01:53:16Z-
dc.date.issued2013-
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/57145-
dc.description.abstractDewasa ini semakin banyak masyarakat menggugat para pejabat dan lembaga pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga pengaduan sangat diperlukan. Dibalik semua pengaduan dari masyarakat, tentunya perlu suatu dasar pengertian dan pemahaman yang dalam akan lembaga peradilan ini, khususnya bagi masyarakat yang merasa dirugikan hak-haknya. Lahirnya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara merupakan suatu keputusan historis yang didasarkan atas tekad untuk: mewujudkan dan menegakkan negara. Republik Indonesia sebagai negara hukum yang harus menjamin persamaan kedudukan semua warga negara dalam hukum; menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur, adil, bersih, efisien dan berwibawa; memberi perlindungan hukum kepada rakyat dengan memungkinkan rakyat dapat menggugat pemerintah melalui aparaturnya di bidang Tata Usaha Negara. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, tidak jarang terjadi bahwa dalam kasus-kasus tertentu, suatu “penetapan tertulis” yang dikeluarkan oleh Badan atau pejabat Tata Usaha Negara mempunyai akibat hukum yang merugikan rakyat perorangan ataupun suatu badan hukum perdata, sehingga muncul “sengketa TUN”. Melalui lembaga “gugat”, sengketa tata Usaha Negara dapat diselesaikan di Hadapan pengadilan Tata Usaha Negara. Dalam kasus Schapelle Leigh Corby, seorang warga negara Australia yang kedapatan menyelundupkan Ganja sebesar empat Kilogram yang akan diselundupkan ke Indonesia melalui bandara Ngurah Rai Denpasar Setelah menjalani masa hukuman kurang lebih tujuh tahun, Pemerintah Indonesia memberikan Grasi atau pengampunan hukuman kepada Corby sebanyak lima tahun penjara. Pengajuan Grasi oleh pihak pengacara Corby tersebut dilakukan karena yang bersangkutan dinyatakan mengalami gangguan jiwa oleh dua dokter berbeda. Dalam pemberian Grasi kepada Corby banyak sekali menuangkan protes dari kalangan masyarakat luas, karena ditengah gencar-gencarnya Pemerintahan SBY untuk memerangi permasalahan Narkoba memberikan Grasi kepada narapidana Corby yang sedang terkait masalah Narkobaen_US
dc.publisherUNEJen_US
dc.relation.ispartofseriesArtikel Ilmiah Mahasiswa;-
dc.subjectPeradilan Tata Usaha Negaraen_US
dc.subjectSchapelle Leigh Corbyen_US
dc.subjectNarkobaen_US
dc.titleANALISIS YURIDIS PENGUJIAN KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 22/G/2012 TENTANG PEMBERIAN GRASI KEPADA SCHAPELLE LEIGH CORBY OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARAen_US
dc.typeArticleen_US
Appears in Collections:SRA-Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Darul Rakhman.pdf202.71 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.