Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/22645
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorGABRIEL.H.PURBA-
dc.date.accessioned2014-01-23T22:50:46Z-
dc.date.available2014-01-23T22:50:46Z-
dc.date.issued2014-01-23-
dc.identifier.nimNIM050710101204-
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/22645-
dc.description.abstractPerjanjian pengikatan jual beli hak atas rumah lazim digunakan sebagai perjanjian pendahuluan sebelum dilaksanakannya jual beli dihadapan PPAT untuk dijadikan dasar peralihan hak atas rumah. Dalam putusan MA No. 85 PK/Pdt/2010 antara Robby Mayer (Penggugat) melawan Nyonya Alice Sumampow (Tergugat I), Dr Barbara Maesi Sumampow (Tergugat II), Dr Halim (Tergugat III), posisi Robby Mayer adalah Pembeli rumah milik para tergugat melalui Dr. Barbara Maesi Sumampow berdasarkan surat kuasa nomor 53 tanggal 30 Desember 2005. Akan tetapi Nyonya Alice Sumampow (tergugat I) menyatakan bahwa ia tidak pernah memberikan kuasa kepada Dr. Barbara Maesi Sumampow (anak kandungnya) untuk menjual rumah/tanah yang dimaksud atas nama dirinya dan atas nama Dr. Halim (tergugat III). Atas dasar tersebut, notaris Alina Hanum Nasution membatalkan Surat Kuasa Menjual yang diduga palsu tersebut. Akan tetapi didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris tidak disebutkan Kewenangan Notaris untuk membatalkan suatu perjanjian dalam hal ini surat kuasa menjual. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik mengkaji Putusan MA No.85 PK/Pdt/2010 dalam bentuk skripsi dengan Judul “ASPEK HUKUM PEMBATALAN SURAT KUASA OLEH NOTARIS DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH ( Kajian Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 85 PK/PDT/2010 )”. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yaitu apakah notaris dapat membatalkan surat kuasa menjual yang dibuatnya, dan apakah Putusan PTUN, PTTUN serta surat keterangan dan surat perjanjian jual beli dapat dijadikan dasar dalam pengajuan peninjauan kembali, serta apakah dasar pertimbangan majelis hakim dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 85 PK/PDT/2010 telah sesuai dengan hukum yang berlaku. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pembatalan surat kuasa yang dibuat oleh Notaris dalam perjanjian jual beli, dan untuk mengetahui dan memahami pengajuan peninjauan kembali (PK) didasarkan pada Putusan PTUN, PTTUN, serta surat keterangan dan surat perjanjian jual beli, serta untuk mengetahui dan memahami dasar pertimbangan majelis hakim dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 85 PK/PDT/2010 telah sesuai dengan hukum yang berlaku. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif, pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Kesimpulan yang diperoleh didalam penulisan skripsi ini, yang pertama adalah bahwa berdasarkan Pasal 15 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), dan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang khusus mengatur tentang kewenangan notaris, notaris tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan surat kuasa menjual yang dibuat oleh notaris itu sendiri. Kedua, Putusan PTUN, PTTUN, Surat Keterangan, dan Surat Perjanjian dapat dijadikan dasar untuk melakukan peninjauan kembali. Sebab hal tersebut merupakan Novum (bukti baru) yang belum pernah diajukan dalam proses pembuktian di tingkat Pengadilan Negeri, Banding, maupun Kasasi dalam perkara ini. Ketiga, Putusan majelis hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 85 PK/PDT/2010/ tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Putusan majelis hakim tersebut telah mengesampingkan fakta-fakta hukum yang timbul didalam putusan PTUN, PTTUN, Surat Keterangan, dan Surat Perjanjian yang diajukan sebagai fakta hukum baru dalam pengajuan upaya hukum peninjauan kembali. Saran yang dapat diberikan dalam skripsi ini, yakni dalam membuat suatu perjanjian harusnya diperhatikan mengenai hal-hal yang menyangkut objek perjanjiannya dan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek (BW). Seharusnya putusan pengadilan dibuat bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, sehingga putusan pengadilan tersebut dapat dilaksanakan, sebab Putusan Pengadilan tidak hanya merupakan proses penyelesaian sebuah perkara belaka. Hakim seharusnya memperhatikan fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan PTUN, PTTUN, Surat Keterangan, dan Surat Perjanjian yang diajukan sebagai fakta hukum baru dalam pengajuan upaya hukum peninjauan kembali.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries050710101204;-
dc.subjectSURAT KUASA, NOTARISen_US
dc.titleASPEK HUKUM PEMBATALAN SURAT KUASA OLEH NOTARIS DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH (Kajian Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 85 PK/Pdt/2010)en_US
dc.typeOtheren_US
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
gdlhub (73)a_1.pdf481.08 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools