Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/18123
Title: KEDUDUKAN NAFKAH SELAMA MASA TUNGGU (IDDAH) BAGI ISTERI YANG SEDANG HAMIL SETELAH DI TALAK BA’IN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
Authors: DATRI CEMPAKA OGIE
Keywords: NAFKAH SELAMA MASA TUNGGU (IDDAH) BAGI ISTERI YANG SEDANG HAMIL
Issue Date: 20-Jan-2014
Series/Report no.: 060710101191;
Abstract: Hubungan suami dan isteri adalah inti atau merupakan masalah pokok dalam hubungan antara sesama manusia sebagai individu. Suami isteri yang merupakan keluarga adalah dasar permulaan daripada hubungan antar kelompok yang membentuk masyarakat. Berbicara tentang hubungan suami isteri menurut hukum islam harus dilandasi dengan unsur makruf, sakinah, mawadah dan rahmah. Demikianlah seharusnya hubungan antara suami dan isteri dalam rumah tangga Islam, namun kenyataan kadang-kadang pasangan suami isteri itu karena kesibukan masing-masing sehari-hari lupa menerapkan petunjuk-petunjuk Allah Swt dan tergelincir ke lembah pertengkaran yang hebat diantara mereka, sehingga terjadilah apa yang mereka tidak kehendaki serta paling dibenci oleh Allah yaitu putusnya hubungan perkawinan antara suami isteri tersebut. Salah satu perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah Talaq. Inilah fenomena-fenomena yang sering timbul dari perceraian yang mana suami tidak melaksanakan kewajibannya terhadap hak istri dan anak pada masa iddah. Setelah terjadi perceraian pada hakikatnya si suami harus memberikan minimal perumahan pada mantan istri dan anaknya. Berkenaan dengan itu kewajiban suami tersebut, alam Kompilasi Hukum Islam pasal 18 ayat 1 yang berbunyi “Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau mantan istrinya yang masih dalam masa iddah”. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka penulis berupaya untuk menganalisa dengan menulis skripsi yang berjudul: “KEDUDUKAN NAFKAH SELAMA MASA IDDAH BAGI ISTRI YANG SEDANG HAMIL SETELAH DITALAK BA’IN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM”. Masalah yang akan penulis bahas terdiri dari 2 hal yaitu: Apakah seorang isteri yang sedang hamil setelah ditalak ba’in oleh suaminya dalam masa iddah berhak mendapatkan nafkah dan apakah akibat hukumnya apabila suami tidak memberikan nafkah kepada istri yang sedang hamil setelah di talak ba’in. 1 Tujuan umum dalam skripsi ini, untuk memenuhi dan melengkapi salah satu tugas dan persyaratan akademis guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember; untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum yang telah diperoleh selama perkuliahan yang bersifat teoritis dengan realita yang ada di masyarakat, untuk memberi kontribusi dan sumbangan pemikiran yang berguna bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember serta almamater. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan yuridis normatif (legal research). Pendekatan masalah dalam skripsi ini menggunakan pendekatan undangundang (Statute Approach), dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Bahan hukum primer yang di gunakan antara lain: 1. Landasan Syariah Al-Qur’an dan Al-Hadist 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 4. Kompilasi Hukum Islam Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks,, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar mengenai permasalahan dalam skripsi ini. Kesimpulan yang ada dalam skripsi ini yaitu bahwa suami wajib memberikan nafkah kepada isteri sekalipun isteri telah dicerai atau di talak terutama di talak ba’in dalam keadaan hamil, harus diberikan sampai melahirkan. Namun, kehamilannya tersebut harus benar-benar jelas adanya. Selanjutnya akibat hukum yang terjadi apabila sumai tidak memberikan nafkah kepada isterinya yang sedang hamil dalam masa iddah tersebut maka akan menjadi hutang baginya dan harus dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu isteri berhak menuntut suaminya apabila telah melalaikan kewajibannya memberi nafkah melalui Pengadilan Agama, sehingga pengadilan pula yang berhak memutuskan seberapa besar jumlah nafkah yang harus diberikan. Kemudian seorang isteri tidak boleh menuntut melebihi batas nafkah yang telah ditentukan oleh pengadilan dalam masa iddah tersebut.
URI: http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/18123
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
c (251)c_1.pdf808.17 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools