Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/127239
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorLESTARI, Chintya Dwi-
dc.date.accessioned2025-07-08T06:21:44Z-
dc.date.available2025-07-08T06:21:44Z-
dc.date.issued2025-01-21-
dc.identifier.nim210710101062en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/127239-
dc.descriptionFinalisasi unggah file repositori tanggal 8 Juli 2025_Kurnadien_US
dc.description.abstractKasus Tindak Pidana Perdaganga Orang (TPPO) pada saat ini masih ring terjadi, berdasarkan data SIMFONI PPA bahwa dari tahun 2020 sampai 2022 sebanyak 1.581 korban TPPO dan sebanyak 98% korban TPPO terjadi pada pekerja migran. Hal ini dapat dilihat pada kasus pada Putusan Nomor 312/Pid.Sus/2020/PN Mtr. Adapun tindak pidana yang dilakukan oleh para dakwa, pada pokok perkaranya, bahwa terdakwa terbukti secara sah dan rsalah melakukan tindak pidana orang perseorangan dilarang melaksanakan nempatan Pekerja Migran Indonesia. Para terdakwa memberangkatakan korban . NZ untuk menjadi pekerja migran, akan tetapi korban ketika sudah sampai mpat bekerja tidak mendapatkan gaji dan korban mendapatkan kekerasan fisik, korban juga dipindahtempatkan di beberapa negara yang tentunya tidak suai dengan kontrak kerja. Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut maka terdapat dua rumusan masalah, pertama apakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap para terdakwa berdasarkan Pasal 81 UndangUndang Nomor 18 Tahun 2017 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP telah sesuai ngan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan? kedua Apakah Putusan Nomor 312/Pid.Sus/2020/PN Mtr telah memenuhi hak-hak korban human ficking berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang rlindungan Saksi dan Korban ?. Tujuan dari penelitian yang akan dicapai yaitu, pertama untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap para dakwa berdasarkan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Jo Pasal yat (1) ke-1 KUHP telah sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam rsidangan, kedua mengetahui apakah putusan Nomor 312/Pid.Sus/2020/PN Mtr h memenuhi hak-hak korban human trafficking berdasarkan Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Jenis penelitian g digunakan yaitu penelitian yuridis normatif, yang artinya penelitian ini okus pada standar hukum yang telah ditetapkan oleh sistem hukum suatu gara atau pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait ndak pidana perdagangan orang. Pendekatan ini menggunakan pendekatan rundang-undangan (Statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber bahan hukum pada penelitian ini yang digunakan yaitu bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian ini adalah, berdasarkan pada fakta-fakta persidangan yang diperoleh maka perbuatan yang dilakukan oleh pelaku dapat dikategorikan sebagai perbuatan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Oleh karena itu berdasarkan pada fakta-fakta persidangan yang diperoleh maka perbuatan yang dilakukan oleh pelaku dapat dikategorikan sebagai perbuatan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Sehingga hakim dalam menjatuhkan putusan berdasarkan dakwaan Pasal 81 UU PPMI Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak sesuai. Maka dakwaan yang seharusnya dijatuhkan kepada para terdakwa adalah dakwaan kesatu yang menggunakan UU TPPO yaitu Pasal 10 Jo Pasal 4 UU TPPO Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebab lebih komprehensif mencakup rangkaian perbuatan para terdakwa mulai dari awal perekrutran sampai korban dieksploitasi, yang mencerminkan kompleksitas tindak pidana perdagangan orang. Selain itu, hakim dalam memutuskan dakwaan tidak terikat pada asas lex specialis derogat legi generali atau dengan kata lain hakim tidak sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generali. Bahwa pada kasus ini jaksa penutut umum telah membuat dakwaan alternatif yang fokus pada Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Akan tetapi hakim memutuskan dakwaan yang ketiga dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Mengingat bahwa UU PPMI hanya bersifat administratif dibandingkan dengan UU TPPO yang secara penjatuhan pidana terhadap pelaku TPPO lebih tegas, sehingga pelaku TPPO akan merasa jera. Kemudian, dakwaan ketiga yang dijatuhkan oleh hakim sangat tidak mencerminkan keadaan korban. Bahwa dalam amar putusan tersebut hanya berfokus pada pelaku dan tidak terdapat tindak lanjut dalam pemenuhan hak-hak korban dengan berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Seharusnya, hakim bisa mempertimbangkan dengan melihat dari pihak korban yang telah mengalami kerugian baik secara materil maupun imateril.en_US
dc.description.sponsorshipDPU: Dr. Fanny Tanuwijaya, S.H.,M.Hum DPA: Dina Tsalist Wildana, S.H.I.,LL.Men_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectPertimbangan Hakimen_US
dc.subjectHuman Traffickingen_US
dc.subjectPekerja Migranen_US
dc.titlePertimbangan Hakim Pada Kasus Human Trafficking Bagi Pekerja Migran di Indonesia (Studi Putusan Nomor: 312/Pid.Sus/2020/PN. Mtr)en_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiIlmu Hukumen_US
dc.identifier.pembimbing1Ibu Dr. Fanny Tanuwijaya, S.H.,M.Hum.,en_US
dc.identifier.pembimbing2Ibu Dina Tsalist Wildana, S.H.I.,LL.M.en_US
dc.identifier.validatorrevaen_US
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
210710101062_Chintya Dwi Lestari.pdf
  Until 2030-02-11
718.15 kBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools