Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/125568
Title: | Legal Consequences Agreed and Not Implemented in Good Faith |
Authors: | ALRIZA, Maulana Syamsid |
Keywords: | PERJANJIAN ITIKAD BAIK AKIBAT HUKUM |
Issue Date: | 30-Jan-2025 |
Publisher: | Fakultas Hukum |
Abstract: | Menurut pasal 1338 KUHPerdata ayat (3), yaitu: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Pengertian dari itikad baik sendiri adalah makna yang abstrak dan sulit untuk dirumuskan, sehingga menimbulkan kekaburan terhadap makna terhadap pasal tersebut. Sejauh mana makna yang terkandung dari asas tersebut dan akibat yang hukum yang timbul jika itikad baik tidak dilaksanakan dalam perjanjian yang telah disepakati serta penerapan itikad baik dalam suatu perjanjian memberikan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan oleh para pihak. Permasalahan pertama, apa makna itikad baik dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata? kedua, Bagaimana akibat hukum perjanjian yang telah disepakati dan tidak dilaksanakan dengan itikad baik? ketiga, bagaimana penerapan asas itikad baik pada suatu perjanjian yang memberikan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi para pihak? Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian tesis ini yakni menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dengan pendekatan masalah yakni pendekatan perundang-undangan, konseptual dan kasus. Hasil Penelitian dari tesis ini adalah Pertama, Makna dari Itikad baik menurut KUHPerdata Pasal 1338 ayat (3) tidak dijelaskan secara eksplisit didalamnya. Namun secara garis besar makna itikad baik adalah melekatnya niat atau sikap seseorang dalam menjalankan suatu perbuatan. Itikad baik yang terkandung dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata mengandung pengertian bahwa pelaksanaan perjanjian itu harus berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Kedua, akibat hukum perjanjian yang telah disepakati dan tidak dilaksanakan dengan itikad baik adalah perjanjian yang tidak memenuhi syarat sah perjanjian subyektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan melalui pengadilan karena dianggap cacat kehendak, namun apabila tidak diajukan pembatalan perjanjian tersebut, maka tetap berlaku secara sah bagi para pihak. Apabila tidak memenuhi syarat obyektif maka akibat hukumnya batal demi hukum. Ketiga, penerapan itikad baik dalam perjanjian sangatlah penting sebagaimana termuat di dalam KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik pada waktu membuat suatu perjanjian berarti kejujuran, maka itikad baik dalam tahap pelaksanaan yaitu, perjanjian merupakan kepatutan yaitu suatu penilaian terhadap tindak suatu pihak dalam hal melaksanakan apa yang diperjanjikan. Saran dari tesis ini yakni, itikad baik dalam konteks ini adalah bahwa setiap pihak yang terlibat dalam perjanjian harus bertindak jujur, adil, dan tidak merugikan pihak lain. Akibat hukum yang timbul bisa berupa kompensasi finansial, pembatalan perjanjian, atau tindakan hukum lainnya yang dianggap adil oleh pengadilan untuk mengatasi kerugian yang timbul akibat pelanggaran. Penerapan itikad baik jika terjadi sengketa atau masalah, penyelesaiannya dilakukan dengan cara yang adil dan berlandaskan prinsip keadilan. |
Description: | Finalisasi oleh Taufik Tgl 28 Pebruari 2025 |
URI: | https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/125568 |
Appears in Collections: | MT-Science of Law |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
Tesis Maulana.pdf Until 2030-01-30 | 1.2 MB | Adobe PDF | View/Open Request a copy |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.