Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/125510
Title: Makna Pasal 1436 KUH Perdata terhadap Debitur dan Kreditur yang Melangsungkan Perkawinan
Other Titles: Perjanjian Pinjam Meminjam
Authors: GHAFFAR, Abd. Djalil
Keywords: DEBITUR DAN KREDITUR
PASAL 1436 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
Issue Date: 16-Aug-2023
Publisher: Fakultas Hukum
Abstract: Makna Pasal 1436 Kitab Undang Undang Hukum Perdata Terhadap Debitur dan Kreditur yang Melangsungkan Perkawinan; Abd. Djalil Ghaffar, 200710102020; 2023; 100 halaman; Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Jember. Salah satu sebab hapusnya perikatan ialah dengan terjadinya percampuran utang. Pengertian percampuran utang terdapat pada Pasal 1436 KUHPerdata sebagai berikut “Apabila kedudukan-kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berutang berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang, dengan mana piutang dihapuskan”. Percampuran utang dapat terjadi karena kedudukan kreditur dan debitur menjadi satu. Misalnya kreditur menikah dengan debitur yang mengakibatkan bercampurnya utang dan perikatan yang sebelumnya ada menjadi hapus. Permasalahan muncul apabila pihak kreditur tidak menginginkan utang yang dimiliki oleh debitur mejadi hapus meskipun mereka berdua menikah. Tujuan penelitian ini untuk menemukan makna dari percampuran utang serta menelaah mengenai kedudukan perjanjian utang piutang yang dibuat oleh suami-istri tersebut dan menguraikan status harta yang diperoleh dari pengembalian utang tersebut pada saat perkawinan berlangsung. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma dalam hukum yang berlaku di Indonesia yang kemudian dikaitkan dengan permasalahan apabila pihak istri tidak menginginkan hutang tetap dibayarkan oleh suami meskipun telah terjadi perkawinan. Hasil dari pembahasan rumusan masalah diatas ialah makna dari Percampuran utang yang terdapat dalam Pasal 1436 KUHPerdata yang terjadi akibat perkawinan ialah berasal dari bercampurnya harta yang dimiliki suami dengan harta yang dimiliki istri kemudian dibawa masuk kedalam ikatan perkawinan dan menjadi persatuan harta bersama, pengertian harta ini mencakup harta (aktiva) dan utang (passiva) yang dimiliki kedua belah pihak. Apabila dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan telah menerapkan pembagian antara harta bersama dengan harta bawaan antara suami-istri, yang mana utang (passiva) termasuk kepada harta bawaan, maka perjanjian utang- piutang yang dilakukan oleh debitur dan kreditur kemudian melangsukan perkawinan sehingga menjadi suami-istri menjadi tidak hapus dan tetap berlaku bagi kedua belah pihak. Harta yang diperoleh istri dari pembayaran utang suami akan menjadi harta pribadi milik istri, yang sifatnya setara dengan harta asal atau harta bawaan dalam perkawinan, bukan sebagai harta bersama atau harta gono- gini. Meskipun KUHPerdata tidak mengenal harta asal atau harta bawaan dalam perkawinan, akan tetapi apabila dalam perkawinan tersebut dibuat perjanjian perkawinan yang isi dari perjanjian tersebut pada pokoknya menghendaki adanya pemisahan harta perkawinan, maka menjadi memungkinkan apabila harta yang dibayarkan suami kepada istri untuk melunasi utangnya pada saat sebelum perkawinan berlangsung menjadi harta pribadi istri. Saran dari penulis ialah segera dilakukannya pembaharuan KUHPerdata, mengingat KUHPerdata yang digunakan di Indonesia masih produk Belanda pada saat zaman penjajahan dan masih digunakan hingga hari ini. Maka sudah banyak kekurangan Pasal-Pasal yang ada dalam mengatur perbuatan hukum masyarakat di masa kini yang memiliki perkembangan sangat pesat. Belanda juga telah melakukan pembaharuan tentang hukum perdatanya menjadi New BW karena sudah banyak Pasal-Pasal yang tidak relevan lagi dengan perkembangan masyarakat zaman sekarang. Melihat hal tersebut, sudah seharusnya Indonesia juga melakukan pembaharuan dari KUHPerdata, seperti yang sudah dilakukan terhadap KUHP pada beberapa waktu yang lalu. Serta pentingnya pembuatan perjanjian perkawinan bagi calon pasangan pengusaha atau bagi para pihak yang memiliki banyak harta kekayaan agar dapat melindungi harta yang dimiliki dan memberi kejelasan apabila terjadi berakhirnya perkawinan.
Description: Finalisasi oleh Taufik Tgl 25 Pebruari 2025
URI: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/125510
Appears in Collections:MT-Science of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
ABD.pdf
  Until 2030-02-24
1.02 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.