Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/123755
Title: | Penjatuhan Pidana Penjara Terhadap Pelaku Anak Tindak Pidana Kekerasan Seksual Studi Putusan Nomor |
Authors: | FITRIAN, Fiza |
Keywords: | Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pidana Anak |
Issue Date: | 21-Dec-2023 |
Publisher: | Fakultas Hukum |
Abstract: | Pada proses penyelesaian perkara tindak pidana terhadap anak, terdapat perbedaan dengan pelaku tindak pidana dewasa. Adanya pembedaan pemberian sanksi pidana ini merupakan wujud adanya hak anak yang istimewa yang memiliki kekhususan sendiri. Di Indonesia, peraturan mengenai anak yang sedang berkonflik dengan hukum diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (yang selanjutnya disebut sebagai UU SPPA). selain sebagai pelaku tindak pidana juga bisa menjadi korban dari tindak pidana. Untuk anak- anak yang menjadi korban tindak pidana, juga terdapat peraturan perundang-undangan yang melindungi yaitu dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (yang selanjutnya disebut sebagai UU Perlindungan Anak).1 Dengan adanya UU SPPA dan UU Perlindungan Anak ini, anak yang sedang berkonflik dengan hukum atau disebut sebagai pelaku tindak pidana dan juga anak yang menjadi korban tindak pidana dalam penanggulangan tindak pidana memiliki kebijakan tersendiri yang terhubung dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus, di mana berdasarkan asas lex specialis derogate legi generali dinyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Salah satu asas dalam Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa pidana penjara merupakan upaya dan pilihan terakhir (ultimum remidium) dalam penjatuhan pidana terhadap anak. Terdapat salah satu putusan pengadilan yang menurut Peneliti menarik untuk dikaji, yaitu putusan Nomor : 32/Pid. SusAnak/2022/PN. Lht, dimana pada putusan tersebut terdakwa anak divonis dengan pidana penjara oleh hakim dengan lama waktu 10 bulan penjara. Kajian pustaka dari skripsi ini membahas yang pertama yaitu mengenai tindak pidana persetubuhan dari mulai pengertian dan unsur tindak pidana, kemudian pengertian tindak persetubuhan beserta unsur-unsurnya dalam undangundang perlindungan anak. Kedua yakni membahas mengenai perlindungan hukum terhadap anak dari mulai pengertian anak dan perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku dan korban. Ketiga yakni membahas mengenai sistem pemidanaan terhadap pelaku anak dari mulai pengertian, sistem pemidanaan dalam UndangUndang Sistem Peradilan Anak (UU SPPA), dan sistem pemidanaan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Keempat yakni membahas pertimbangan hakim dan putusan hakim dari mulai pengertian, jenis-jenis, dan syarat sah putusan hakim. Pembahasan dari skripsi ini yang pertama mengenai kesesuaian pertimbangan hakim dalam menjatuhan sanksi pidana penjara terhadap pelaku anak dalam Putusan Nomor : 32/Pid. Sus-Anak/2022/Pn. Lht jika diuji dengan Pasal 70 UU SPPA yang menyatakan bahwa bahwa “Ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian 1 Dheny Wahyudi, “Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Melalui Pendekatan Restorative Justice.” Jurnal Ilmu Hukum. Jambi, Vol 1, 2015, h. 144 dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan”. Yang kedua mengenai kesesuain putusan pemidanaan 10 bulan pidana penjara yang dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku anak jika diuji dengan Pasal 81 Ayat (2) UU SPPA mengatur bahwa “Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa”. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa yang pertama putusan hakim yang menjatuhkan pidana penjara terhadap pelaku anak pada perkara Putusan Nomor 32/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Lht. menurut hemat penulis sudah tepat jika diuji dengan Pasal 70 UU SPPA, dikarenakan bahwa tidak terpenuhinya unsurunsur yang terdapat pada Pasal 70 UU SPPA yakni ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian. Dimana unsur-unsur tersebut dapat dijadikan dasar oleh hakim untuk tidak dijatuhinya pidana atau hanya dikenai tindakan, sehingga penjatuhan pidana penjara oleh hakim dinilai sudah tepat. Yang kedua Penjatuhan vonis 10 bulan pidana penjara oleh hakim terhadap pelaku anak sudah sesuai dan tidaklah melanggar ketentuan berdasarkan Pasal 81 Ayat (2) UU SPPA yang menyatakan bahwa “Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa”. Pasal 81 Ayat (2) UU SPPA yang berisi tentang ketentuan lama waktu pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak, hanya diatur mengenai ketentuan paling lama adalah 1/2 (satu perdua) dari maksimum pelaku dewasa, di mana bagi pelaku dewasa maksimal pidana penjara untuk tindak pidana kekerasan seksual adalah 15 tahun sehingga terhadap pelaku anak, pidana penjara paling lama waktu yang dapat diberikan adalah 7,5 tahun yang merupakan 1/2 dari 15 tahun. Sedangkan dalam Pasal 81 Ayat (2) UU SPPA, tidak diatur mengenai ketentuan minimal waktu pidana penjara yang dapat diberikan terhadap anak, sehingga dapat dikatakan bahwa penjatuhan vonis 10 bulan penjara oleh hakim terhadap pelaku anak, sudah sesuai dan tidaklah melanggar aturan. |
Description: | Finalisasi repositori tanggal 13 Agustus 2024_Kurnadi_Rara |
URI: | https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/123755 |
Appears in Collections: | UT-Faculty of Law |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
doc (1).pdf Until 2028-12-28 | FIZA MAHENDRA FITRIAN | 839.58 kB | Adobe PDF | View/Open Request a copy |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.
Admin Tools