Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/115491
Title: Kajian Yuridis Usulan Pemberhentian Wakil Presiden Oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam Kasus Dana Talangan (Bail Out) Bank Century Menurut Undang-Undang Dasar 1945
Authors: MAHMUD, Amir
Keywords: PEMBERHENTIAN WAKIL PRESIDEN
DANA TALANGAN (BAIL OUT) BANK CENTURY
Issue Date: 21-Jun-2010
Publisher: Fakultas Hukum
Abstract: Penulisan Skripsi ini dilatar belakangi oleh kondisi perpolitikan negara yang tidak stabil berkaitan dengan pengucuran dana talangan (bail out) bank Century. Bank tersebut dianggap bank gagal oleh anggota DPR, lantas berujung kepada kesimpulan paripurna DPR bahwa dana talangan (bail out) yang dikucurkan kepada bank Century bermasalah dan mempunyai indikasi korupsi. Anggapan tersebut diperkuat lagi dengan hasil akhir pansus Century yang mayoritas memilih opsi C, pilihan tersebut menyebutkan bahwa dana talangan (bail out) bank Century senilai 6,7 Triliun bermasalah. Lantas kemudian pejabat yang bertanggung jawab terhadap dana talangan (bail out) tersebut salah satunya adalah Wakil Presiden. Sebagai negara hukum sesuai dengan amanah Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, maka menjadi keniscayaan setiap pejabat yang diduga melanggar hukum harus diproses sesuai hukum yang belaku. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis memandang perlu untuk mengkaji sekian permasalahan mengenai lembaga kepresidenan khususnya terkait dengan wacana pemberhentian wakil Presiden dalam suatu karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “Kajian Yuridis Usulan Pem berhentian Wakil Presiden Oleh Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Kasus Dana Talangan (Bail Out) Bank Century M enurut Undang-Undang D asar 1945” * Terdapat dua rumusan masalah dalam penulisan Skripsi ini, yakni : pertama, apakah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dapat mengusulkan pemberhentian Wakil Presiden dalam kasus dana talangan (bail out) Bank Century menurut Undang-undang Dasar 1945, dan kedua, bagaimanakah mekanisme pemberhentian Wakil Presiden jika yang bersangkutan melanggar hukum. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menjawab 2 (dua) rumusan masalah diatas. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan tipe penelitian yuridis normatif (legal research) dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan asas-asas hukum (legal principle approach). Sumber bahan hukum yang digunakan yaitu terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum xiii sekunder, dan bahan non hukum. Sedangkan analisis bahan hukum yang digunakan adalah dengan menggunakan metode deduktif. Kesimpulan yang diperoleh dari penulisan Skripsi ini adalah yang pertama, UUD 1945 tidak sepenuhnya mengatur secara jelas tentang mekanisme impeachment itu sendiri, namun Pasal 76 UUD 1945 merupakan pintu masuk untuk melakukan proses impeachment. Mekanisme impeachment merupakan bentuk pengawasan legislatif kepada eksekutif dalam rangka chekcs and balance antar lembaga negara. Proses impeachment adalah diawali dari adanya dugaan pelanggaran hukum Pasal 7A UUD 1945 yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. Dugaan pelanggaran tersebut selanjutnya divoting dalam sidang paripurna. Kedua, Lembaga tinggi negara yakni MK merupakan lembaga yang berwenang untuk mengadili, memeriksa, dan memutuskan apakah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden tersebut diterima atau ditolak, benar ataupun tidak. Jika diterima maka akan divonis benar atau tidak Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum. Namun sebaliknya jika dugaan tersebut ditolak, maka kasus pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden tersebut dianggap selesai. Selanjutnya MK menyerahkan lagi kepada DPR untuk mengajukan usul pemberhentian kepada MPR. Saran dari penulisan Skripsi ini adalah dugaan Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran Pasal 7A UUD 1945 oleh DPR sebenarnya masih jauh dari keadilan substansial. Sebab MK hanya memutuskan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden benar atau tidak. Putusan MK masih diserahkan lagi kepada DPR yang notabene adalah lembaga politik (politic institusion) yang syarat akan kepentingan. Tidak menutup kemungkinan putusan hukum MK akan dipelintir oleh DPR. Dengan kata lain pendapat hukum seharusnya menjadi alternatif dalam setiap persoalan, hal ini dibutuhkan agar cita negara hukum tetap dijunjung tinggi. Dengan demikian putusan MK langsung diserahkan kepada MPR untuk dilakukan prosesi pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden yang diduga benar-benar melakukan pelanggaran Pasal 7A UUD 1945.
URI: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/115491
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Amir Mahmud_050710101182.SS.pdf3.01 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools