Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/109198
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorSulina, Sulina-
dc.date.accessioned2022-09-01T08:38:12Z-
dc.date.available2022-09-01T08:38:12Z-
dc.date.issued2022-09-01-
dc.identifier.nim200720201001en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/109198-
dc.descriptionFinalisasi oleh Taufik Tgl 1 September 2022en_US
dc.description.abstractDengan musnahnya tanah sebagai obyek Hak Tanggungan atau bahkan sekaligus sebagai sumber mata pencaharian maka hal tersebut dapat menyebabkan debitur selaku penerima dana tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk membayar utang kepada Bank selaku pemberi pinjaman. Melihat berbagai kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut maka diperlukan adanya suatu peraturan yang dapat melindungi para pihak yaitu Bank dan debiturnya manakala terjadi peristiwa tersebut. Bagi Kreditur akan menjadi dilema tersendiri apabila onyek jaminan yang dilekati Hak Tanggungan tersebut musnah yaitu, kreditur sebagai lembaga pembiayaan kehilangan obyek jaminan Hak Tanggungan sebagai bukti fisik dari pemberian jaminan, dan disisi yang lain kreditur tidak memiliki kekuatan hukum untuk menuntut debitur atas musnahnya obyek jaminan Hak Tanggungan karena memang belum ada aturan hukum yang mengatur hal tersebut. Atas beberapa hal tersebut penulis ingin mengkaji dan menuangkan masalah musnahnya benda jaminan kredit perbankan dengan jaminan hak atas tanah (hak tanggungan) yang objek jaminannya musnah karena adanya bencana alam. Rumusan masalah yang dikaji antara lain : (1) Apa kualifikasi musnahnya obyek jaminan dalam perjanjian kredit ; (2) Bagaimana kedudukan sertifikat hak tanggungan yang objek jaminannya musnah ; dan (3) Apa upaya penyelesaian yang dapat dilakukan terhadap sertifikat hak tanggungan yang objek jaminannya musnah. Metode penelitian menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, dengan 3 (tiga) macam pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approarch) serta pendekatan kasus. Bahan hukum meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, dengan analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil kajian diperoleh hasil bahwa : Kualifikasi musnahnya obyek jaminan dalam perjanjian kredit, adalah jika barang tertentu yang menjadi jaminan dalam perjanjian musnah, tidak dapat diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada, dimana musnah atau hilangnya adalah di luar kesalahan si berutang. Lebih lanjut dalam Pasal 1445 KUH Perdata menyatakan jika barang yang terutang, di luar salahnya si berutang musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang, maka si berutang, jika ia mempunyai hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti rugi mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan hak-hak dan tuntutan-tuntutan tersebut kepada orang yang mengutangkan kepadanya. Musnahnya obyek jaminan dalam perjanjian kredit masuk kategori keadaan memaksa (force majeure atau overmacht) sebagai suatu kejadian yang tidak terduga, tidak disengaja, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur serta memaksa, dalam arti debitur terpaksa tidak menepati janjinya. Debitur wajib membuktikan bahwa terjadinya wanprestasi karena keadaan memaksa. Kedudukan akta perjanjian kredit yang dibuat Notaris terhadap objek jaminan musnah tidak bisa secara serta merta dijadikan sebagai alasan pembatalan kontrak dalam akta perjanjian kredit. Sebelumnya harus dilihat terlebih dahulu apakah dalam klausul kontrak terdapat adanya kesepakatan bahwa pada saat pelaksanaannya terjadi kejadian memaksa, maka isi dalam kontrak dapat disimpangi. Selain itu perlu dipahami pula jenis force majeur yang terjadi, yang mana dicantumkan dalam klausul kontrak. Dengan demikian, perjanjian kredit atas adanya keadaaan memaksa harus dilihat dalam klausul perjanjian yang telah dibuat. Perjanjian kredit tetap dapat dilaksanakan jika force majeur bersifat relatif. Perjanjian kredit juga dapat dibatalkan manakala terjadi force majeur absolut dimana debitur tidak mampu lagi melaksanakan perjanjian kredit karena kondisi tersebut. Dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan oleh hakim. Sedangkan batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Pembatalan tersebut juga membawa konsekwensi kepada akta perjanjian kredit yang dibuat oleh notaris yang dapat dibatalkan karena adanya objek jaminan yang musnah karena bencana alam. Saran yang diberikan ada 3 (tiga) hal, Pertama Hendaknya diatur suatu ketentuan yang mengatur secara spesifik tentang kriteria musnahnya jaminan dalam perjanjian kredit. Perjanjian jaminan merupakan perjanjian assesoir yang digantungkan pada satu syarat atau kondisi sebagaimana ditentukan dalam perjanjian dasar/perjanjian pokok. Perjanjian pokoknya adalah perjanjian kredit pada bank, baru setalah itu lahir perjanjian jaminan untuk menjamin pihak bank atas resiko kredit yang mungkin saja terjadi. Keberadaan perjanjian assesoir akan mengikuti perjanjian pokok. Berakhirnya perjanjian pokok mengakibatkan berakhirnya pula perjanjian jaminan. Namun berakhirnya perjanjian jaminan yang dikarenakan oleh musnahnya barang yang menjadi objek jaminan tidak akan menghapus perjanjian pokok. Kedua, Hendaknya dalam suatu perjanjian kredit objek jaminan diasuransikan sehingga dapat memberikan jaminan kepastian hukum. Dalam hal ini pihak kreditur dapat bekerjasama dengan pihak perusahaan asuransi sebagai pihak ketiga untuk memberikan pertanggungan terhadap objek jaminan sehingga terjamin dan aman apabila terjadi adanya force majeur berupa musnahnya benda jaminan karena terjadinya bencana alam. Pihak kreditur bisa mengklaim asuransi atas benda yang dijaminkan tersebut, jika terjadi peristiwa yang tidak diinginkan oleh pihak debitur maupun kreditur yaitu musnahnya benda yang dijadikan jaminan. Ketiga, Hendaknya pihak kreditur dalam memberikan kredit harus lebih cermat dan hati-hati dengan memperhatikan prinsip 5C, yaitu character, capacity, capital, conditions, dan collateral. Pihak kreditur harus mampu memberikan analisis kredit yang baik mengenai potensi keuntungan dan kerugian dari suatu benda jaminan yang akan dijaminkan oleh pihak debitur untuk menjamin sepenuhnya kredit yang diberikan sesuai dengan nilaimnya.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Ilmu Hukumen_US
dc.subjectPerjanjian Kredit, Jaminan Kredit, Force Majeuren_US
dc.titleKedudukan Akta Perjanjian Kredit yang dibuat Notaris Terhadap Musnahnya Objek Jaminanen_US
dc.typeTesisen_US
dc.identifier.prodiMagister Kenotariatanen_US
dc.identifier.pembimbing1Dr. Firman Floranta Adonara, S.H., M.H.en_US
dc.identifier.pembimbing2Prof. Dr. Herowati Poesoko, S.H, M.H.en_US
Appears in Collections:MT-Science of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
TESIS SULINA AKHIR.pdf
  Restricted Access
839.66 kBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.