Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/108156
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorWULANDARI, Bernadeth Almathea-
dc.date.accessioned2022-07-06T03:22:09Z-
dc.date.available2022-07-06T03:22:09Z-
dc.date.issued2022-03-22-
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/108156-
dc.description.abstractMisi Perdamaian PBB merupakan alat paling efektif untuk membantu dan memfasilitasi pembangunan perdamaian bagi negara-negara yang sedang dilanda konflik. Negara-negara di dunia mendukung misi ini dengan mengirimkan pasukannya untuk bertugas di berbagai Misi Perdamaian PBB. Pasukan dalam Misi Perdamaian PBB tidak dibatasi hanya untuk personel laki-laki saja namun juga bagi personel perempuan. Hal ini dilakukan sebagai upaya PBB mendukung terwujudnya kesetaraan gender dalam agenda pemeliharaan perdamaian dunia. Indonesia dan Finlandia merupakan contoh negara yang aktif mengirimkan pasukan perempuannya pada Misi Perdamaian PBB khususnya pada Misi Perdamaian di Lebanon (UNIFIL). Finlandia merupakan negara pelopor dalam mempromosikan dan mewujudkan kesetaraan gender. Finlandia menempati posisi ke-tiga sebagai negara dengan tingkat kesetaraan gender terbaik di dunia, sementara Indonesia berada pada urutan ke-85 dari 153 negara. Meskipun tingkat kesetaraan gender Indonesia berada jauh dibawah Finlandia, namun jumlah pasukan perempuan yang dikirimkan Indonesia pada misi UNIFIL jauh lebih banyak dibandingkan pasukan perempuan dari Finlandia, bahkan cenderung meningkat setiap tahunnya. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis alasan Pemerintah Indonesia meningkatkan partisipasi pasukan perempuan Republik Indonesia pada misi perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL). Studi ini menggunakan perspektif feminisme liberal dan teori sistem teori. Feminisme liberal merupakan perspektif yang bertujuan memperjuangkan hakhak perempuan dan membebaskan mereka dari rasa termarjinalkan akibat adanya stereotip negatif yang membuat mereka dipandang sebagai subordinasi dari lakilaki, yang mana hal ini membatasi gerak perempuan di ruang publik dan mengidikasikan adanya ketidaksetaraan gender. Tujuan utama dari feminsime liberal menekankan kebebasan personal dan fokus kepada kesetaraan gender, dengan tujuan agar perempuan juga dapat merasakan hak dan kesempatan yang sama seperti kaum laki-laki. Sementara teori sistem merupakan konsep yang dapat digunakan untuk mengetahui proses pembuatan keputusan atau tindakan pemerintah negara. Pada penelitian ini, penulis menggunakan teori sistem dari David Easton. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan data yang diperoleh melalui metode wawancara dan studi pustaka. Peneliti menganalisis data dengan metode analisis data kualitatif menurut Milles dan Huberman, sementara metode triangulasi digunakan untuk menguji kredibilitas data. Temuan penelitian ini adalah bahwa keputusan Pemerintah Indonesia meningkatkan partisipasi pasukan perempuannya pada Misi Perdamaian PBB dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor input dan faktor sistem politik Indonesia, Faktor input terdiri dari dua jenis input yakni input tuntutan dan input dukungan. Tuntutan datang dari PBB melalui berbagai kebijakan, peraturan, dan kesepakatan internasional yang mengikat seperti CEDAW, ICCPR, dan Resolusi DK PBB 1325 beserta turunannya. Dukungan terhadap tuntutan yang ada diberikan Pemerintah Indonesia dalam bentuk adanya peraturan resmi yang menjunjung tinggi HAM dan kesetaraan gender yakni UUD 1945 dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Dukungan juga diberikan oleh organisasi sosial masyarakat dalam bentuk kesediaan organisasi untuk turut serta dalam proses persiapan pasukan yang akan diberangkatkan pada berbagai Misi Perdamaian PBB. Input dukungan dari Pemerintah maupun masyarakat menujukkan bahwa keduanya mendukung tuntutan internasional PBB untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam agenda pemeliharaan dunia. Selanjutnya tuntutan dan dukungan tersebut di proses dalam sistem politik oleh otoritas yang berwenang. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Kementerian Luar Negeri RI selaku otoritas yang berwenang percaya bahwa kehadiran pasukan perempuan dalam Misi Perdamaian PBB memiliki keistimewaan dan peran yang besar terhadap keberhasilan suatu misi karena dapat mendukung tercapainya efektivitas mandat yang menghantarkan pada sustainable peace. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kebijakan peningkatan partisipasi pasukan perempuan Indonesia pada misi perdamaian PBB di Lebanon dibuat sebagai bentuk dan langkah nyata pelaksanaan komitmen Indonesia dalam mewujudkan kesetaraan gender dalam agenda pemeliharaan perdamaian dunia.en_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing Utama : Dr. Linda Dwi Eriyanti, MA Dosen Pembimbing Anggota : Fuat Albayumi, SIP. M.A.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politiken_US
dc.subjectUNIFILen_US
dc.subjectPASUKAN PERDAMAIAN PEREMPUANen_US
dc.subjectMISI PERDAMAIAN PBBen_US
dc.titlePeningkatan Partisipasi Pasukan Perempuan Republik Indonesia pada Misi Perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL)en_US
dc.typeThesisen_US
Appears in Collections:UT-Faculty of Social and Political Sciences

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Skripsi Bernadeth Almathea Wulandari.pdf1.26 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools