Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/103475
Title: Kesepakatan Dalam Perceraian Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Authors: HARIYANI, Iswi
PUSPANINGRUM, Galuh
PRINITA, Merlianne Eka
Keywords: Kesepakatan
Perceraian
Hukum Islam
Perkawinan
Issue Date: 2020
Series/Report no.: 160710101567;
Abstract: Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana regulasi kesepakatan dalam perceraian menurut prespektif Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, apa akibat hukum dari perceraian hanya dengan kesepakatan menurut Hukum Islam dan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Tujuan penulisan skripsi ini dibagi menjadi dua yaitu : tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini adalah : Pertama, untuk memenuhi tugas akhir kuliah Studi Ilmu Hukum guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember. Kedua, merealisasikan ilmu yang didapatkan selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Jember dengan fenomena nyata di dalam masyarakat. Ketiga, menginformasikan kepada masyarakat terkait kesepakatan dalam perceraian menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Sedangkan tujuan khusus yaitu : Pertama, untuk mengetahui dan menganalisa perbandingan regulasi kesepakatan dalam perceraian menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Kedua, untuk mengetahui dan menganalisa perbandingan akibat hukum dari perceraian dengan kesepakatan menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah : Yuridis Normatif, ialah permasalahan yang diangkat difokuskan dengan menerapkan pada kaidah-kaidah atau norma dalam hukum positif dengan pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan non- hukum dan analisis yang digunakan adalah metode deduktif, yaitu cara berfikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus. Berdasarkan pembahasan dalam skripsi ini pertama, bahwa menurut Undang-Undang Perkawinan, perceraian dengan kesepakatan itu tidak bisa dilakukan karena perceraian harus dilakukan didepan persidangan sesuai dengan prosedur yang ada, tetapi menurut Hukum Islam itu dapat dilakukan. Kesepakatan dalam perceraian tidak dapat dilakukan karena Undang-Undang Perkawinan menganut Asas mempersulit perceraian seperti yang terdapat pada Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) dan itu membuat suami kehilangan hak mutlak untuk mentalak, jadi talak tidak bisa dilakukan semena-mena. Talak dapat dilakukan setelah hakim menjatuhkan putusan terkait izin pihak suami untuk menjatuhkan talak terhadap istrinya. Kedua, perkawinan dan perceraian menimbulkan akibat hukum. Untuk menimbulkan akibat hukum dari perceraian maka perceraian harus dilakukan didepan persidangan dan yang bisa melakukannya adalah pasangan dengan perkawinan yang dicatatkan. Sedangkan untuk perkawinan sirri, hanya bisa melakukan kesepakatan perceraian dengan pengucapan lafaz talak dan khulu‟. Menurut Undang-Undang Perkawinan jika perceraian dilakukan hanya dengan kesepakatan saja tanpa melalui persidangan maka tidak menimbulkan akibat hukum, tetapi dalam hukum islam jika salah satu pihak sudah menyatakan talak atau khulu‟ maka akibat hukum tersebut timbul saat itu juga. Kesimpulan dari skripsi ini adalah Pertama, perceraian di luar persidangan hanya dengan kesepakatan kedua belah pihak menurut Undang Undang Perkawinan tidak diakui oleh negara dan dianggap tidak pernah terjadi. Namun jika dilihat dari hukum Islam, melakukan perceraian di luar persidangan hanya dengan kesepakatan kedua belah pihak itu bisa saja terjadi dengan cara talak ataupun khulu‟. Allah menyatakan bahwa ketaatan kepada pemerintah itu sejajar dengan ketaatan kepadanya-Nya dan kepada Rasullullah. Dengan ini maka tidak ada yang perlu diragukan lagi, bahwa perceraian itu harus didepan persidangan. Kedua, untuk menimbulkan akibat hukum dari perkawinan maka perkawinan itu harus di catatkan di KUA. Perceraian harus melalui persidangan, jika tidak maka menurut hukum negara akibat hukum dari perceraian tersebut belum dapat dilakukan ataupun diberikan, sedangkan menurut hukum Islam pada saat kedua belah pihak menyatakan sepakat untuk bercerai dan menentukan kesepakatan terkait akibat hukum perceraian, pada saat itu juga akibat perceraian muncul. Untuk perkawinan sirri perceraian harus dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Akibat hukum tersebut adalah status mereka akan berubah menjadi janda dan duda, masa iddah, hak asuh anak, anak di nafkahi pihak laki-laki, dibaginya harta bersama. Saran yang dapat penulis berikan yaitu, Pertama hendaknya pemerintah memberikan penyuluhan ke daerah yang masih sering terjadi nikah sirri maupun perceraian sirri, terutama ke daerah terpencil yang masih mengikuti cara menikah dan bercerai masyarakat terdahulu. Pemerintah bersama masyarakat harus memberikan sosialisasi terkait keuntungan mendaftarkan perkawinan dan melakukan perceraian di depan persidangan. Kedua, Hendaknya masyarakat atau pasangan yang ingin bercerai mengikuti peraturan yang ada. Lagi pula pembuatan Undang-Undang Perkawinan melibatkan para ulama jadi tidak bertentangan dengan Hukum Islam. Undang-Undang Perkawinan juga ditujukan untuk menengahi keraguan masyarakat terkait jatuhnya talak dan khulu‟ diluar persidangan.
URI: http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/103475
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
MERLIANNE EKA PRINITA-160710101567-.pdf2 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools