Please use this identifier to cite or link to this item:
https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/101581
Title: | Pertanggungjawaban Badan Pertanahan Nasional Terhadap Munculnya Sertifikat Dengan Kepemilikan Ganda |
Authors: | Sudaryanto, Totok Soetijono, Iwan Rachmad Renaldi |
Keywords: | Badan Pertanahan Nasional Sertifikat |
Issue Date: | 18-Feb-2020 |
Publisher: | Fakultas Hukum Universitas Jember |
Abstract: | Terdapat salah satu contoh kasus agraria yang terjadi dan dilayangkan oleh masyarakat kepada lembaga Badan Pertanahn Nasional, dimana dengan diterbitkannya sebuah sertifikat oleh kantor Badan Pertanahan Nasional akan tetapi mengalami sebuah kecacatan pada bagian status kepemilikan yang terdapat lebih dari satu pihak yang memiliki kewenangan atau tumpang tindih hak untuk menguasai suatu bidang tanah atau lahan baik sebagian maupun secara keseluruhan dengan para pihak yang bersangkutan memiliki surat atau dokumen tanda bukti yang sama berupa sebuah tanda bukti sertifikat. Kejadian tersebut dapat disebut sebagai terbitnya sertifikat ganda yaitu sebidang tanah mempunyai lebih dari satu sertifikat. Berdasarkan latar belakang tersebut dan penulis menemukan bahwa adanya isu hukum. Maka penulis dapat merumuskan masalah mengenai bentuk pertanggungjawaban yang dapat dilakukan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) terhadap munculnya sertifikat ganda dan akibat hukum dari sertifikat ganda yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Penulis dalam menulis skripsi ini berharap dapat memberi manfaat, dengan manfaat teoritis dalam skripsi ini adalah guna mengetahui pengembangan ilmu hukum terkait pengaturan tanggung jawab pihak Badan Pertanahan Nasional terhadap munculnya sertifikat ganda. Dan untuk manfaat praktis dalam skripsi ini adalah sebagai sumbangan pemikiran untuk kepastian hukum untuk menentukan pihak yang sah sebagai pemilik tanah dengan sertifikat yang dimiliki. Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dilakukan dengan mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri dan literature-literatur teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan yang bersifat konseptual. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Terdapat 2 bahan hukum yang digunakan, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian dalam skripsi ini, dalam salah satu permasalahan yang dapat menimbulkan sengketa dibidang pertanahan adalah munculnya sertifikat ganda. Sebagai penyebab atau faktor terjadinya hal tersebut tidak hanya bersalah dari salah satu faktor dan pihak saja. Dalam permasalahan ini ditemukan faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu nya adalah bila seorang pemilik tanah yang tidak memperhatikan tanah miliknya dan tidak memanfaatkanya dengan baik sehingga ada kemungkinan diambil alih oleh pihak lain atau dapat terjadi ketidaksengajaan dalam penunjukan letak tanah sewaktu dilakukan pengukuran oleh BPN. Adapula ketika seseorang memang mendaftarkan tanah yang sudah bersertifikat dengan memanfaatkan kelemahan dari BPN. Untuk faktor internal dari pihak BPN adalah tidak adanya basis data mengenai bidang bidang tanah baik yang sudah terdaftar ataupun belum terdaftar. Dan dalam pertanggungjawaban pihak BPN dalam permasalahan ini adalah Badan Pertanahan Nasional bertanggungjawab secara langsung terhadap seluruh masalah pertanahan terkait dengan pemberian hak atas tanah. Sistem tanggung jawab mutlak tersebut mengharuskan BPN bertanggung jawab baik ke dalam maupun keluar pengadilan jika terjadi gugatan mengenai hak atas tanah. Kesimpulan dalam skripsi ini adalah pertama, Badan Pertanahan Nasional (BPN) bertanggung jawab secara mutlak terjadinya tumpang tindih kepemilikan tanah akibat dari tidak cermatnya sistim pendaftaran tanah. Sesuai peraturan Kepala BPN-RI No. 3 Tahun 2006 tentang organisasi dan tata kerja BPN-RI, pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan merupakan bidang Deputi V. Kepala Badan Pertanahan Nasional bertanggung jawab terhadap sertifikat yang dikeluarkan terkait dengan kewenangan mengeluarkan sertifikat ada pada Kepala Badan Pertanahan Nasioanal. Sistem tanggung jawab mutlak tersebut mengharuskan Badan Pertanahan Nasional bertanggung jawab baik ke dalam maupun keluar pengadilan jika terjadi gugatan mengenai hak atas tanah. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional yang menyatakan: “Bahwa BPN melaksanakan tugas dibidang pertanahan secara nasional regional dan sektoral”. Terjadinya tumpang tindih kepemilikan tanah sebagai penyebab sengketa tanah mutlak merupakan tanggung jawab Kepala Badan Pertanahan Nasional. Kedua, Akibat Hukum dengan adanya Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah adalah Menimbulkan Ketidakpastian hukum karena terdapat lebih dari satu status hukum dalam satu bidang tanah, Kerugian kedua belah pihak yang bersengketa terutama bagi pihak yang dinyatakan kalah dalam persidangan dan Pembatalan atau pencabutan sertifikat berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Saran dalam skripsi ini adalah Pertama, Dari perspektif hukum Indonesia, kita mengetahui bahwa penanggulangan sengketa pertanahan telah diatur dengan baik dalam sistem perundangan indonesia, namun karena masalah sengketa tanah, khususnya perihal sertifikat ganda ini sering terjadi, maka disarankan bagi lembaga pertanahan nasional dan lembaga peradilan perdata untuk menjalankan tugasnya dengan baik dengan prinsip utama penegakkan hukum yang berkeadilan, sehingga peradilan pertanahan dapat terhindar dari saling menyalahkan dan keputusan hukum yang tidak adil. Kedua, Badan Pertanahan Nasional sebaiknya mengeluarkan suatu sistem atau cara baru dalam proses pendaftaran tanah. Untuk mencegah adanya ketidaktahuan masyarakat akan data tanah yang ada, sebaiknya BPN mengeluarkan suatu pusat informasi data yang bisa diakses bebas oleh masyarakat yang akan membeli ataupun mendaftarkan tanah mereka. Bentuklah secepatnya lembaga peradilan khusus menangani permasalahan atau kasus agraria. Karena wacana ini telah muncul sejak diberlakukannya UU Pengadilan Landreform pada tahun 1964 yang sayangnya sudah dicabut pada tahun 1970. Karena dengan dibentuknya lembaga peradilan khusus menangani masalah pertanahan, masyarakat tidak lagi bingung kepada siapa akan mengadu masalah pertanahan, apakah ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tata Usaha Negara. Karena menyangkut kompetensi pengadilan mana yang berhak memeriksa dan memutus perkara tersebut. Badan Arbitrase Agraria juga bisa dijadikan suatu jalan keluar atas permasalahan-permasalan pertanahan yang ada. |
URI: | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/101581 |
Appears in Collections: | UT-Faculty of Law |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
Renaldi -160710101255 Sdh.pdf | 1.53 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.
Admin Tools