Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/101402
Title: Politik Hukum Pidana terhadap Pelaksanaan Euthanasia bagi Praktik Kedokteran di Indonesia
Authors: Tanuwijaya, Fanny
Nugroho, Fiska Maulidian
Nabila, Alifia Azza
Keywords: Politik Hukum Pidana
Euthanasia
Praktik Kedokteran
Issue Date: 10-Mar-2020
Publisher: FAKULTAS HUKUM
Abstract: Beberapa kasus yang terjadi terhadap pasien-pasien yang mengalami penyakit tertentu yang membuat mereka mengalami penderitaan yang berkepanjangan. Maka tidak jarang mereka memohon pada dokter agar dihentikan dari penderitaannya dan meminta agar hidupnya diakhiri saja.Dalam keadaan ini mendorong keluarga untuk memohon pada dokter agar segera mengakhiri hidup si pasien. Dari sinilah muncul istilah Euthanasia dalam masyarakat yang menuai banyak perdebatan dari kalangan praktisi hukum dan ahli medis.Karena itu permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini mengenai: Pertama,Apakah tindakan Euthanasia telah diatur secara limitatif di UU Praktik Kedokteran dan KUHP?. Kedua,Apakah permintaan pulang paksa yang dilakukan oleh pasien atau keluarganya dan telah diketahui oleh dokter dapat digolongkan sebagai Euthanasia pasif?. Tujuan dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah tindakan Euthantasia telah diatur secara limitatif di dalam UU Praktik Kedokteran dan KUHP; Untuk mengetahui apakah permintaan pulang paksa yang dilakukan oleh pasien atau keluarganya dan telah diketahui oleh dokter dapat digolongkan sebagai Euthanasia pasif. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Kesimpulan dari pembahasan pertama, dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran Indonesia tidak diatur secara limitatif mengenai tindakan Euthanasia, justru didalam Pasal 7d Kode Etik Kedokteran Indonesia dikatakan bahwa euthanasia bertentangan dengan etika dan moral, namun tidak mengatur akibat hukumnya. Sedangkan dalam KUHP, meskipun tidak ada pasal didalamnya yang mengatur secara eksplisit, pasal yang dijadikan sebagai landasan dilarangnya euthanasia adalah pasal 344 KUHP. Namun pasal-pasal dalam KUHP yang dikaitkan dengan euthanasia tidak semata-mata dapat diterapkan begitu saja karena pasal-pasal yang mendekati adalah pasal-pasal Kejahatan terhadap Tubuh dan Nyawa yang terdiri dari penganiayaan dan pembunuhan, yang dalam hal ini jenis-jenis tindakan euthanasia tidak dapat diperlakukan sama. Dan pembahasan kedua, Peristiwa pulang paksanya seorang pasien yang sedang sakit parah dan sebenarnya memerlukan perawatan lebih lanjut, yang kemudian diketahui dan diijinkan pulang dapat digolongkan sebagai euthanasia pasif karena tindakan tersebut merupakan tindakan pembiaran seseorang dalam keadaan bahaya sehingga memungkinkan pasien dapat meninggal dunia. Namun, apabila alasannya adalah pasien tidak sanggup membayar biaya pengobatan dan rumah sakit, maka dengan keadaan terpaksa yang mendesak tersebut pihak rumah sakit dan dokter terpaksa membolehkan pasien untuk dibawa pulang. Atas perbuatan yang dilakukan orang karena pengaruh daya paksa, dimana fungsi batinnya tidak dapat bekerja normal karena adanya tekanan-tekanan dari luar, maka kesalahan orang itu dapat dimaafkan dan tidak dibebani pertanggungjawaban pidana. Saran dari penulis sudah saatnya hukum positif kita mengatur euthanasia dalam perundang-undangan secara limitatif dan khusus. Penegak hukum hendaknya menciptakan rasa keadilan dalam masyarakat dengan membuat undang-undang baru yang lebih tepat atau merevisi undang-undang yang telah ada dalam menerapkan kasus euthanasia dibandingkan dengan ancaman pasal-pasal pembunuhan atau penganiayaan dalam KUHP karena tidak semua tindakan euthanasia dapat diperlakukan sama dengan pasal-pasal tersebut. Kemudian perihal pulang paksa pasien seringkali diminta karena alasan pasien dan keluarganya yang tidak memiliki biaya untuk melanjutkan pengobatan dan tidak sanggup lagi membayar biaya rumah sakit. Untuk alasan seperti ini seharusnya tidak ada lagi karena dalam UU No. 44 tahun 2009 telah dinyatakan mengenai tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam memberikan pembiayaan kesehatan bagi rakyat yang kurang mampu. Dengan demikian jika dalam kasus pulang paksa karena alasan ekonomi pasien yang tidak mampu seharusnya dapat diatasi oleh negara karena dalam hal ini merupakan salah satu tugas negara yakni memberikan perlindungan bagi rakyatnya.
URI: http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/101402
Appears in Collections:UT-Faculty of Law

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
ALIFIA AZZA NABILA-160710101317.pdf1.09 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools