Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/100414
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorSUSWATI, Enny-
dc.contributor.authorARIF, Maghfiroh-
dc.contributor.authorSEMITA, I Nyoman-
dc.date.accessioned2020-08-10T04:41:08Z-
dc.date.available2020-08-10T04:41:08Z-
dc.date.issued2019-12-06-
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/100414-
dc.description.abstractInfeksi nosokomial atau Healthcare-acquired Infection (HAI) adalah infeksi yang muncul pertama kali (onset) dalam waktu 48 jam sejak seseorang masuk rumah sakit. Penyakit ini menjadi salah satu ancaman utama untuk keselamatan pasien karena dapat meningkatkan morbiditas, mortalitas, beban biaya, dan pemanjangan waktu tinggal di rumah sakit. The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menjelaskan bahwa hampir 1,7 juta pasien terkena infeksi nosokomial saat menjalani perawatan dan lebih dari 98.000 (1 dari 17 pasien) meninggal karena penyakit ini setiap tahunnya. Selain infeksi nosokomial ancaman utama kedua bagi keselamatan pasien dalah munculnya bakteri resisten antibiotik. The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan, di Amerika Serikat BRA dapat menyebabkan 2 juta kasus dengan jumlah kematian sekitar 23.000 jiwa pertahun. Timbul dan berkembangnya BRA ini disebabkan oleh tekanan seleksi (Selection pressure) yang sangat erat kaitannya dengan penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan penyebaran langsung dari strain bakteri yang sudah resisten. Dalam penelitian oleh Liu dkk., (2015), departemen bedah saraf merupakan departemen kedua setelah ICU dengan angka nosokomial tertinggi. Namun hingga saat ini kasus bedah saraf di RSD dr. Soebandi masih belum memiliki antibiogram yang dapat digunakan sebagai pedoman terapi empiris. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat antibiogram kasus bedah saraf di RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat dari data rekam medis pasien dengan kasus bedah saraf di RSD dr. Soebandi pada Bulan Januari sampai dengan September 2019. Adapun data yang dihimpun berupa nomor rekam medis, usia, jenis kelamin, diagnosis, ruang perawatan, length of stay (LOS), tanda-tanda vital, alat penunjang, terapi tindakan, terapi antibiotik, tanggal kultur, indikasi kultur, jenis spesimen, jenis bakteri, dan sensitivitas antibiotik. Sampel dipilih menggunakan teknik total sampling. Hal ini sering dilakukan pada penelitian yang bertujuan membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Sebanyak 1376 pasien mendapat pelayanan kesehatan dari KSM Bedah Saraf RSD dr. Soebandi terhitung sejak 1 Januari sampai dengan 30 September 2019. Dari 1376 pasien tersebut, sebanyak 35 pasien atau 2,5% menjalani pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas antibiotik. Dari 35 Data Rekam Medis (DRM) pasien tersebut didapatkan sebanyak 48 isolat. Keseluruhan isolat ini berasal dari 6 jenis spesimen yang berbeda, yakni: sputum, pus, darah, urin, liquor cerebrospinal (LCS), dan jaringan. Dari keseluruhan sampel didapatkan sebanyak 26 merupakan pasien laki-laki (74,2%) dan 9 pasien perempuan (25,8%). Permintaan kultur tertinggi berada pada interval usia 15-24 tahun (34,3%). Jenis spesimen didominasi oleh spesimen sputum (77%). Diagnosis terbanyak adalah cedera otak berat (51,4%). Dari 38 bakteri yang teridentifikasi terdapat 19 jenis bakteri yang berbeda. Sebanyak 25 bakteri diantaranya adalah bakteri gram negatif (65,8%), 13 sisanya merupakan bakteri gram positif (34,2%). Bakteri gram negatif didominasi oleh K. pneumoniae (15,8%), P. aeruginosa (13,2%), dan A. baumanii (7,9%). Sebanyak 13 bakteri garam positif yang teridentifikasi didominsai oleh bakteri K. varians (13,2%). Dari penelitian ini didapatkan antibiotik dengan sensitivitas diatas 50% adalah Penicillin (67%), Amikacin (75%) dan Metronidazole (75%). Adapun antibiotik yang resisten adalah Ampicillin-Sulbactam, Clyndamycin, Ampicillin, Cefadroxil, Cefazolin, Cefixim, Ceftriaxone dan Vancomycin. Pemeriksaan kultur sebaiknya dilakukan secara rutin. Terutama bagi pasien dengan kasus bedah saraf. Hal ini diperlukan untuk menentukan terapi definitif dan menghasilkan antibiogram yang ter-update setiap tahunnya. Selain melakukan pemeriksaan kultur bakteri, pemeriksaan mikroba lain seperti jamur, virus, protozoa, dan lain-lain juga perlu dilakukan mengingat patogen penyebab infeksi nosokomial bukanlah semata karena bakteri.en_US
dc.language.isoInden_US
dc.publisherFakultas Kedokteran Univesitas Jember 2019en_US
dc.relation.ispartofseries162010101090;-
dc.subjectAntibiogramen_US
dc.subjectBedah Sarafen_US
dc.subjectKasus Bedah Sarafen_US
dc.subjectInfeksi nosokomialen_US
dc.subjectHealthcare-acquired Infection (HAI)en_US
dc.titleAntibiogram Kasus Bedah Saraf Rsd Dr. Soebandi Kabupaten Jember Periode Januari–September 2019en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.kodeprodi2010101-
Appears in Collections:UT-Faculty of Medical

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Maghfiroh Arif - 162010101090.pdf-.pdf3.67 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.

Admin Tools