dc.description.abstract | Kelembagaan dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, termasuk
sumberdaya perikanan, memiliki peran penting dalam mengatur alokasi
sumberdaya dan mendistribusikan barang dan jasa melalui mekanisme transaksi
non-pasar. Kelembagaan ini mencakup aturan main yang dibuat dan disepakati
secara formal maupun informal, serta organisasi yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan aturan tersebut. Di Indonesia, potensi perikanan sangat besar
dengan luas perairan yang mencapai 3,25 juta km2 dan garis pantai sepanjang
95.181 km. Namun, sektor perikanan belum dimanfaatkan secara maksimal dan
merata, terutama bagi kesejahteraan masyarakat. Banyak masyarakat pesisir,
terutama nelayan, yang masih hidup dalam kondisi kemiskinan.
Kemiskinan nelayan di sektor perikanan disebabkan oleh berbagai
masalah, antara lain illegal fishing, dominasi tengkulak dan juragan dalam rantai
perekonomian, overfishing, dan rendahnya jangkauan nelayan di perairan lepas.
Selain itu, masalah keterbelakangan pendidikan, kurangnya pengetahuan dan
keterampilan, serta lemahnya manajemen keuangan juga berperan dalam
memperburuk kondisi nelayan. Pengelolaan sumberdaya perikanan yang
berkelanjutan memerlukan pendekatan yang mempertimbangkan aspek kultural
dan struktural secara bersama-sama. Pembangunan sektor perikanan harus
dilakukan dengan bijaksana, efektif, dan efisien, dengan memperhatikan
keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan
kelestarian lingkungan. Hal ini melibatkan upaya untuk memperbaiki akses
nelayan ke sumberdaya, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta
memperkuat kelembagaan yang mendukung pengelolaan perikanan secara
berkelanjutan.
Selain itu, pemerintah juga perlu mengatasi masalah-masalah struktural
yang menghambat kesejahteraan nelayan, seperti perluasan kesempatan kerja,
pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup. Pengembangan sektor
perikanan yang berkelanjutan juga harus memperhatikan perlindungan terumbu
karang dan ekosistem laut lainnya, serta mengatur pemanfaatan sumberdaya ikan
dengan batas-batas yang sesuai dengan daya dukung perairan. Dalam konteks
pengelolaan sumberdaya perikanan, perlu adanya upaya untuk mengurangi
kemiskinan nelayan dan mencapai sasaran Pembangunan Milenium. Hal ini
melibatkan perbaikan dalam aspek kultural dan struktural, termasuk pendidikan,
pengetahuan dan keterampilan, manajemen keuangan, serta akses nelayan ke
sumberdaya dan pasar.
Masyarakat nelayan di Desa Puger Wetan, Kecamatan Puger, Kabupaten
Jember, memiliki karakteristik status sosial yang terbagi berdasarkan fungsi,
ekonomi, dan kelembagaan. Status sosial yang lebih tinggi dipegang oleh
pengambeg dan juragan darat, sedangkan buruh nelayan cenderung memiliki
status sosial yang lebih rendah. Masyarakat nelayan tersebut memiliki kebiasaan
buruk berupa kecenderungan untuk berhutang dan tidak mau menabung, yang
menjadi penyebab kemiskinan yang terus membelenggu mereka. Sistem hutang
piutang yang rumit dan merugikan antara nelayan, pengambek, dan juragan darat
juga memperdalam kemiskinan struktural yang mereka alami. Selain itu,
masyarakat nelayan juga memiliki kebiasaan buruk lainnya seperti pemalas,
hidup boros, dan sulit mencari alternatif pekerjaan. Kemiskinan struktural yang
terjadi disebabkan oleh lemahnya sistem kelembagaan dan tatanan sosial yang
tidak memungkinkan akses mereka terhadap sumber daya yang seharusnya
tersedia.
Kemiskinan rumah tangga nelayan di Desa Puger Wetan disebabkan oleh
eksploitasi dalam hubungan patron-klien yang merugikan nelayan kecil dan
buruh nelayan. Nelayan kecil yang tidak memiliki modal meminjam uang dari
pengambek untuk membeli perahu dan peralatan tangkap, namun mereka harus
menjual hasil tangkapan mereka kepada pengambek dengan harga yang jauh
lebih rendah. Pola hidup dan konsumsi nelayan cenderung menghabiskan
pendapatan mereka tanpa melakukan investasi atau menyimpan uang.
Rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas sumber daya manusia nelayan juga
mempengaruhi kemiskinan mereka. Masyarakat nelayan seringkali terperangkap
dalam lingkaran kemiskinan dan kesulitan ekonomi. Hubungan patron-klien
yang ada dalam masyarakat nelayan mempengaruhi distribusi pendapatan dan
kontrol atas hasil tangkapan, dengan biaya transaksi biasanya ditanggung oleh
pengambek. | en_US |