UT-Faculty of MedicalKoleksi Skripsi Fakultas Kedokteranhttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/1642024-03-28T17:52:59Z2024-03-28T17:52:59ZHubungan Asupan Zink terhadap Tinggi Badan Anak Usia 6-59 Bulan di Kecamatan Jelbuk dan SumberjambeNURDIANTI, Elinghttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/1201912024-03-26T11:25:28Z2023-07-01T00:00:00ZHubungan Asupan Zink terhadap Tinggi Badan Anak Usia 6-59 Bulan di Kecamatan Jelbuk dan Sumberjambe
NURDIANTI, Eling
Stunting merupakan keadaan gagal tumbuh pada anak di bawah lima tahun
(balita) yang terjadi karena kekurangan gizi kronis sehingga balita memiliki ciri
fisik yang pendek. Stunting terjadi jika balita memiliki nilai z-score kurang dari -2
Standar Deviasi/SD (stunted) dan kurang dari -3SD (severely stunted).
Kekurangan gizi kronis pada balita stunting terjadi sejak balita tersebut di dalam
kandungan sampai masa awal kehidupan balita tersebut (Trihono dkk., 2015;
Kepmenkes, 2022). Berdasarkan data penimbangan balita pada bulan timbang
Februari 2022, prevalensi stunting tertinggi di Kabupaten Jember, yaitu
Puskesmas Sumberjambe (19,98%) dan Puskesmas Jelbuk (17,55%). Salah satu
defisiensi mikronutrien yang sering terjadi yaitu defisiensi zink. Pada tahun 2006
prevalensi anak-anak kekurangan zink di Indonesia sebesar 36,1%. Penelitian
yang dilakukan di Desa Jambearum, Kecamatan Sumberjambe pada tahun 2018
menunjukkan hubungan yang bermakna antara asupan zink terhadap kejadian
stunting pada balita (Aiman dkk., 2020). Tingkat konsumsi zink berhubungan
terhadap kejadian stunting pada balita di Panduman, Kecamatan Jelbuk (Maulidah
dkk., 2019). Penelitian yang dilakukan Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Jember pada tahun 2019 menemukan bahwa
sebagian besar anak usia 6-59 bulan di Kecamatan Jelbuk dan Sumberjambe
mengalami defisit zink. Defisiensi zink dapat menurunkan sekresi Insuline-like
Growth Factor 1 (IGF-1). IGF-1 berfungsi meningkatkan pertumbuhan sel,
sehingga berkurangnya sekresi IGF-1 menyebabkan pertumbuhan pada anak
terhambat (Dewi dkk., 2022). Penelitian mengenai hubungan zink dengan PB/TB
pada balita di Indonesia masih sedikit, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk menambah referensi dan pengetahuan.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara asupan zink dengan
PB/TB pada anak usia 6-59 bulan di wilayah Kecamatan Jelbuk dan
Sumberjambe. Tujuan lainnya yaitu mengetahui distribusi usia, jenis kelamin,
pendidikan ibu, pendapatan orang tua balita, persentase kecukupan konsumsi zink
pada balita, kategori PB/TB balita.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
rancangan cross sectional. Seluruh sampel yang digunakan pada penelitian ini
berasal dari data sekunder penelitian sebelumnya. Sampel pada penelitian ini
berjumlah 119, 59 sampel berasal dari Kecamatan Jelbuk dan 60 sampel berasal
dari Kecamatan Sumberjambe. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu asupan
zink pada anak dan variabel terikat pada penelitian ini yaitu PB/TB pada anak.
Data dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis bivariat
menggunakan uji korelasi spearman dengan p<0,05 dan Analisis multivariat
dilakukan menggunakan uji regresi linear berganda.Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara asupan zink terhadap PB/TB anak usia 6-59 bulan di Kecamatan Jelbuk dan
Sumberjambe (p=0,001) dengan hubungan yang cukup kuat (r=0,295), namun
pada analisis multivariat didapatkan bahwa faktor usia anak yang berpengaruh
paling dominan terhadap PB/TB anak.
Finalisasi oleh Taufik Tgl 26 Maret 2024
2023-07-01T00:00:00ZEfek Lama Pemberian Klorpirifos Dosis Rendah Terhadap Kadar Albumin Serum Tikus Wistar JantanHIDAYAT, Novalhttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/1201402024-03-14T06:17:36Z2024-02-12T00:00:00ZEfek Lama Pemberian Klorpirifos Dosis Rendah Terhadap Kadar Albumin Serum Tikus Wistar Jantan
HIDAYAT, Noval
Klorpirifos adalah pestisida golongan organofosfat yang banyakdigunakan di Indonesia. Keefektifan klorpirifos dalam menanggulangi hamasejalan dengan tingkat residu yang dihasilkannya di lingkungan dan tanaman.Akumulasi klorpirifos jangka panjang di dalam tubuh dapat menyebabkankerusakan berbagai organ terutama sistem saraf, kardiovaskular, pernapasan,fungsi hati dan ginjal. Gangguan fungsi hati dan ginjal dapat menyebabkanpenurunan kadar albumin serum. Penelitian ini dilakukan untuk menguji efekpemberian klorpirifos dosis rendah terhadap kadar albumin serum pada tikuswistar.Pada penelitian ini digunakan 30 tikus wistar jantan (Rattus norvegicus)yang dibagi ke dalam 5 kelompok, yaitu Kn, K1, K2, K3, dan K4. Kelompok Knadalah kelompok kontrol yang menerima pelarut normal saline (+5% Tween 20)secara per oral selama 56 hari. Kelompok K1, K2, K3, dan K4 merupakankelompok perlakuan yang diberikan klorpirifos 5 mg/kgBB dengan pelarutnormal saline (+5% Tween 20) secara per oral, dengan durasi pemberian berbeda,yaitu selama 7 hari (akut), 14 hari (subakut), 28 hari (subkronis), dan 56 hari(subkronis). Penelitian ini berlangsung selama 63 hari. Pengukuran kadar albuminserum menggunakan metode dye-binding dengan alat sprektrofotometer.Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata kadar albumin serum tiapkelompok, didapatkan bahwa kelompok Kn memiliki kadar albumin serum yangpaling tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya yaitu sebesar 4,326±0,519g/dL. Kadar albumin serum pada kelompok yang diberi klorpirifos mengalamipenurunan, semakin lama pemberian klorpirifos, maka kadar albumin serumsemakin rendah. Kadar albumin terendah terdapat pada kelompok K4 denganpemberian klorpirifos selama 56 hari yaitu 2,826±0,358 g/dL. Berdasarkan ujiOne Way ANOVA didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,002 (p<0,05), kemudiandilanjutkan dengan uji Post Hoc LSD. Hasil uji LSD menunjukkan perbedaansignifikan (p<0,05) kadar albumin serum pada semua kelompok perlakuan (K1,K2, K3, dan K4) jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (Kn). Hasil inimengindikasikan bahwa pemberian klorpirifos dosis rendah dalam rentang waktu7 hari (akut), 14 hari (subakut), 28 hari (subkronis), dan 56 hari (subkronis)memiliki efek yang signifikan dalam menurunkan kadar albumin serum.
2024-02-12T00:00:00ZAnalisis Efek Terapi Kombinasi Beras Analog dan Glimepirid terhadap Kadar MDA Pankreas pada Tikus DIabetes Melitus Tipe 2AHLULKEMAL, Mohammad Daffahttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/1201052024-03-06T04:54:36Z2024-02-21T00:00:00ZAnalisis Efek Terapi Kombinasi Beras Analog dan Glimepirid terhadap Kadar MDA Pankreas pada Tikus DIabetes Melitus Tipe 2
AHLULKEMAL, Mohammad Daffa
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang memiliki ciri khas yaitu hiperglikemia yang menjadi akibat dari salah satu kelainan pada sekresi insulin atau kerja insulin ataupun keduanya. Kasus diabetes melitus tipe 2 (DMT 2) diperkirakan mencapai 90% dari keseluruhan kasus DM yang ditandai dengan kekurangan sekresi insulin oleh sel β pankreas dan resistensi insulin jaringan yang ditandai dengan adanya hiperglikemia sehingga menyebabkan stres oksidatif. Peroksidasi lipid dari asam lemak tak jenuh mencerminkan peningkatan stres oksidatif pada diabetes melitus. Pemberian terapi oral dapat diberikan obat golongan sulfonilurea yaitu glimepirid. Terapi pertama pada penderita diabetes melitus adalah mengubah gaya hidup, dengan cara mengubah menu makanan dari beras padi menjadi beras analog yang terbuat dari bahan baku MOCAF dan jagung. Beras analog memiliki resistant startch dan serat yang tinggi sehingga dapat menurunkan indeks glikemik dan merangsang produksi GLP-1, memiliki senyawa fenolik dan β karoten yang berfungsi sebagai antioksidan. Penilitian ini untuk mengetahui efek terapi kombinasi beras analog dan beras analog terhadap kadar MDA pankreas pada tikus diabetes melitus tipe 2.
Jenis peneilitian yang digunakan adalah true experimental design with post test-only control design. Unit ekperimental dan replikasi yang digunakan adalah tikus jantan putih (Rattus novergicus) bergalur Wistar, usia 2-3 bualn, berat badan 150-250 gram, sehat ditandai dengan struktur anatomi normal, dan gerakan yang aktif. Tikus sebanyak 24 ekor tikus yang dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok kontrol yaitu tikus sehat yang diberikan pakan standar. Kelompok negatif yaitu tikus diabetes melitus yang berikan pakan standar dan disonde Na CMC. Kelompok perlakuan 1 yaitu tikus diabetes melitus yang diberikan pakan standar dan disonde glimepirid dengan dosis 0,1 mg/KgBB. Kelompok perlakuan 2 yang diberikan pakan beras analog dan disonde glimepirid 0,1 mg/KgBB. Perlakuan tersebut dilakukan selama 45 hari. Hari ke-46 tikus diterminasi menggunakan ketamin 75 mg/KgBB dan xylazine 5 mg/KgBB. Pengukuran kadar MDA pankreas menggunakan metode metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
Hasil data dari pemeriksaan didapatkan rata-rata tiap kelompok nya yaitu, kontrol 0,437 ± 0,141; Negatif 0,649 ± 0,341; P1 0,384 ± 0,068; P2 0,300 ± 0,131.
Hasil dari uji normalitas dan homogenitas didapatkan data terdistribusi normal dan homogen ditandai dengan p>0,05. Selanjutnya data dilakukan analisis mengunakan One-way Anova. Uji selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar kelompok menggunakan Uji Post-hoc Bonferroni yang menunjukan terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P2 terhadap kelompok negatif. Disimpulkan bahwa pemberian terapi kombinasi beras analog dan glimepirid mampu menurunkan kadar MDA pankreas tikus DMT 2.
2024-02-21T00:00:00ZPerbedaan Memori Jangka Pendek Sebelum dan Sesudah Paparan Musik Dangdut dan Musik Klasik pada Mahasiswa Kedokteran Universitas JemberANGELA, Patriciahttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/1200372024-02-29T07:09:44Z2024-02-26T00:00:00ZPerbedaan Memori Jangka Pendek Sebelum dan Sesudah Paparan Musik Dangdut dan Musik Klasik pada Mahasiswa Kedokteran Universitas Jember
ANGELA, Patricia
Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan
dengan negara-negara lain. Untuk meningkatkan prestasi siswa, dapat diberikan
stimulasi untuk meningkatkan kemampuan belajar dan kemampuan daya ingat.
Proses belajar dan mengingat akan lebih optimal apabila gelombang otak alfa (8
sampai 12 Hz) lebih dominan. Musik yang memiliki tempo sekitar 60 ketukan per
menit seperti musik klasik memiliki kemampuan untuk menstimulasi gelombang
otak alfa. Namun di Indonesia, musik klasik tidak begitu familiar dan digemari.
Musik dangdut sebagai musik asli Indonesia lebih familiar bagi masyarakat
Indonesia. Terdapat musik dangdut yang terbukti dapat mengubah gelombang otak
alfa menjadi lebih dominan. Maka dari itu, terdapat kemungkinan bahwa musik
dangdut juga memiliki kemampuan untuk meningkatkan memori jangka pendek.
Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian pre-experimental design
dengan rancangan crossover. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
melihat perbedaan musik dangdut dan klasik dalam meningkatkan memori jangka
pendek. Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 orang yang dipilih dengan
metode purposive sampling. Subjek pada penelitian ini akan diukur skor memori
jangka pendeknya dengan metode digit span test. Sebelum diberi paparan musik,
subjek diminta untuk mengerjakan tes terlebih dahulu, kemudian diberi paparan
musik dangdut atau klasik selama 30 menit. Setelah itu, subjek diminta untuk
mengerjakan tes kembali. Hasilnya adalah terdapat peningkatan memori jangka
pendek secara signifikan setelah paparan musik dangdut maupun musik klasik.
Selisih skor sebelum dan sesudah paparan musik dangdut dan klasik kemudian
dibandingkan untuk melihat perbedaan musik dangdut dan klasik dalam
meningkatkan memori jangka pendek. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
musik dangdut dan musik klasik sama-sama dapat meningkatkan memori jangka
pendek. Kedua jenis musik tersebut dapat meningkatkan memori jangka pendek.
Pada digit span test backward sama baiknya, namun pada digit span test forward
musik klasik dapat meningkatkan dengan lebih baik.
validasi_repo_firli_Februari_2024_27
Finalisasi unggah file repositori tanggal 29 Februari 2024_Kurnadi
2024-02-26T00:00:00Z