Fakultas Hukumhttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/1412024-03-28T23:11:02Z2024-03-28T23:11:02ZURGENSI NON PENAL POLICY SEBAGAI POLITIK KRIMINAL DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSIDodik Prihatin A Nhttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/629772015-07-28T00:37:08Z2015-07-28T00:00:00ZURGENSI NON PENAL POLICY SEBAGAI POLITIK KRIMINAL DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI
Dodik Prihatin A N
Politik Kriminal sebagai usaha rasional masyarakat dalam menanggulangi kejahatan secara operasional dapat dilakukan baik melalui sarana penal maupun sarana non penal. Mengingat keterbatasan/kelemahan kemampuan hukum pidana dalam menanggulangi korupsi, kebijakan penanggulangan tindak pidana korupsi tidak bisa hanya menggunakan sarana penal tetapi juga menggunakan sarana non penal. Apabila dilihat dari perspektif politik kriminal secara makro, kebijakan penanggulangan tindak pidana korupsi dengan menggunakan sarana di luar hukum pidana atau non penal policy merupakan kebijakan yang paling strategis. Hal ini disebabkan karena upaya non penal lebih bersifat sebagai tindakan pencegahan terhadap terjadinya tindak pidana korupsi. Sasaran utama kebijakan non penal adalah menangani dan menghapuskan faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya tindak pidana korupsi.
2015-07-28T00:00:00ZTINJAUAN YURIDIS MENGENAI GRATIFIKASI BERDASARKAN UU NO. 31 TAHUN 1999 JO UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSIDodik Prihatin A Nhttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/629762015-07-28T00:32:32Z2015-07-28T00:00:00ZTINJAUAN YURIDIS MENGENAI GRATIFIKASI BERDASARKAN UU NO. 31 TAHUN 1999 JO UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Dodik Prihatin A N
Pengaturan gratifikasi di dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dirumuskan berlandaskan filosofi, sosiologis dan yuridis. Pengaturan tersebut dilandaskan pada filosofi, sosiologis dan yuridis agar gratifikasi yang diatur secara formulasi bisa memberikan rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dalam implementasinya. Gratifikasi bukanlah jenis delik melainkan sebagai unsur delik, adapun deliknya sendiri adalah penerima Gratifikasi. Pembuktian apakah Gratifikasi sebagai suap atau tidak dalam undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menganut asas pembalikan beban pembuktian. Dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penerima Gratifikasi wajib memberikan laporan kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, jika hal tersebut tidak dilakukan maka gratifikasi tersebut, dianggap sebagai suap, laporan kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak gratifikasi itu diterima dan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi akan ditentukan apakah gratifikasi tersebut sebagai suap atau tidak dan jika terbukti suap maka gratifikasi itu akan menjadi milik negara dan sebaliknya apabila tidak ada kaitannya gratifikasi tersebut menjadi hak dari penerima gratifikasi
2015-07-28T00:00:00ZPERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANADodik Prihatin A Nhttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/629752015-07-28T00:27:56Z2015-07-28T00:00:00ZPERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA
Dodik Prihatin A N
Hak asasi manusia dimiliki oleh setiap manusia sejak lahir di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Termasuk dalam hal ini kedudukan seorang anak yang juga mempunyai hak-hak sebagaimana di atur dalam prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) baik secara nasional maupun internasional yakni mendapatkan perlindungan atas hak-haknya apabila seorang anak terjerat dengan masalah-masalah hukum. Berkaitan dengan posisi anak sebagai pelaku tindak pidana juga seyogyanya mendapatkan perlindungan atas hak-haknya sebelum anak tersebut menjalani proses persidangan, selama menjalani proses persidangan dan setelah setelah menjalani proses persidangan karena seorang anak dalam pelaksanaan proses peradilan ternyata masih sering mengalami perlakuan yang tidak seharusnya diterima oleh seorang anak. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah secara umum dan aparat penegak hukum secara khusus.
2015-07-28T00:00:00ZAPLIKASI KONSEP GOOD GOVERNACE SEBAGAI BASIS DALAM PEMBERANTASAN KORUPSIDodik Prihatin ANhttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/629742015-07-28T00:23:17Z2015-07-27T00:00:00ZAPLIKASI KONSEP GOOD GOVERNACE SEBAGAI BASIS DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI
Dodik Prihatin AN
Good governance yang secara umum bertujuan untuk membantu terselenggara dan tercapainya tujuan nasional merupakan salah satu fondasi dasar yang harus segera diterapkan. Haruslah diyakini bahwa aplikasi (penerapan) good governance akan dapat membantu upaya-upaya dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi dengan merujuk pada beberapa karakteristik good governance, yakni prinsip Participation, Rule of law, Transparency Responsiveness, Consensus Orientation, Equity, Effectiveness and efficiency, Accountability dan Strategic Vision haruslah pula ditegakkan dalam setiap tingkatan, sehingga terjadi keseimbangan bagi institusi-institusi penyelenggara negara. Aplikasi (penerapan) konsep good governace dapat diformatkan dalam penyusunan kebijakan pemerintah yang bersih dalam kerangka rencana aksi daerah pemberantasan korupsi berupa penyusunan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD-PK) yang merupakan suatu dokumen yang menjadi pedoman penyearah implementasi komitmen pemerintah daerah dalam menanggulangi korupsi.
2015-07-27T00:00:00Z