Show simple item record

dc.contributor.advisorTallapessy, Albert
dc.contributor.advisorSetiawan, Ikwan
dc.contributor.authorHardini, Arum Dwi
dc.date.accessioned2020-07-08T03:19:19Z
dc.date.available2020-07-08T03:19:19Z
dc.date.issued2018-06-06
dc.identifier.nim160120201009
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/99622
dc.description.abstractKajian mengenai penamaan tempat sangat menarik dan unik jika dilihat dari sudut pandang latar belakang atau sejarah historisnya. Penamaan kecamatan di Kabupaten Lamongan yang merupakan kajian antropolinguistik termasuk ke dalam penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini, ditempuh tiga tahapan, yaitu: 1) pengumpulan data, 2) analisis data, dan 3) penyajian hasil analisis data. Pada tahap pengumpulan data peneliti menggunakan metode cakap semuka (CS) dengan teknik pancing. Metode cakap sama dengan metode wawancara dalam penelitian sosial. Selain menggunakan teknik wawancara peneliti juga menggunakan teknik rekam dan catat. Hal tersebut untuk membantu peneliti dalam mengingat informasi penting dan melakukan transkripsi data. Tahap analisis data peneliti menggunakan dua metode. Pertama metode padan referensial untuk menganalisis data kebahasaan, dengan teknik pilih unsur penentu data dipilih dan dianalisis berdasarkan pengetahuan peneliti yang mengacu pada makna leksikal (kamus). Kedua dalam menganalisis fenomena budaya atau sejarah dari nama-nama kecamatan tersebut, peneliti menggunakan metode padan ekstralingual, dengan teknik hubung banding yang bersifat ekstralingual. Arah kajian dimulai dari analisis data-data kebahasaan dan dikaitkan dengan analisis fenomena budaya yang melatarbelakanginya. Namanama kecamatan diinventarisasi baik dari sumber lisan maupun tertulis, diseleksi, direduksi, diklasifikasi, dianalisis segi kebahasaan (struktur bentuk/etimologi dan maknanya) dan dianalisis fungsi dan tujuan penamaan dilihat dari aspek-aspek sejarah, budaya dan kondisi politik/pemerintahan, bentuk benda dan lingkungan fisiknya (Ononim) (Prihadi, 2015). Tahap ketiga penyajian data, analisis data disajikan dalam bentuk laporan tertulis. Laporan penelitian disajikan dengan menggunakan kata-kata atau tulisan berdasarkan hasil analisis pada tahap analisis data. Peneliti mengambil empat kecamatan sebagai lokasi penelitian, yaitu: Kecamatan Sugio, Kecamatan Kembangbahu, Kecamatan Ngimbang, dan Kecamatan Sukorame. Nama-nama kecamatan tersebut diambil dari nama desa atau dusun tempat dimana kantor kecamatan berdiri atau dibangun. Proses penamaan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis. Pertama Kecamatan Sugio, masuk ke dalam penamaan berdasarkan keadaan dan harapan. Didirikan pada tahun 1870 oleh tokoh masyarakat bernama Mbah Legio. Nama Sugio berasal dari kata dasar sugih ‘kaya’ dan mendapat akhiran o [Ɔ] sehingga membentuk makna baru, dari makna kaya menjadi makna mendoakan untuk kaya. Kedua Kecamatan Kembangbahu, penamaan berdasarkan sejarah berdirinya. Didirikan kira-kira pada tahun 1400 pasca terjadinya perang Paregrek atau perang saudara di Majapahit. Kata Kembangbahu berasal dari dua kata kembang ‘bunga’ dan bahu ‘lengan’ makna Kembangbahu bukan bunga yang ada di lengan melainkan sebutan pangkat atau jabatan orang zaman dahulu. Ketiga Kecamatan Ngimbang, penamaan berdasarkan unsur alam. Kirakira didirikan pada tahun 965 Saka atau 1042 Masehi (prasasti Titing) kira-kira pada masa sebelum Raja Airlangga. Nama Ngimbang berasal dari kata himbang ‘lereng atau pinggir’ dalam sebuah prasarti di daerah Cane Kecamatan Sambeng (sebelah timur Kecamatan Ngimbang). Dalam prasasti tersebut bertuliskan huruf Jawa kuna masanggra ing himbangin ancala yang maknanya berada di bawah lereng bukit. Keempat Kecamatan Sukorame, penamaan berdasarkan unsur alam. Didirikan pada tahun 1992 berada di Desa Sukorame yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Bluluk. Nama Sukorame sendiri dibuat oleh dua tokoh masyarakat yang diresmikan pada tahun 1920, berasal dari kata suko ‘senang’ dan rame ‘ramai’. Makna dari senang ramai bukan berarti suka dalam hal-yang merugikan, melainkan dalam hal kebaikan. Makna yang dimiliki nama-nama kecamatan tersebut tidak dibawa oleh masyarakat ke masa depan, tetapi hanya berhenti pada generasi-generasi tertentu yang menaruh perhatian lebih terhadap sejarah. Makna nama-nama kecamatan x tersebut mati di kalangan anak muda dan bergeser menjadi makna administratif. Tuntutan hidup era sekarang semua lapisan masyarakat harus mengerti dan memahami alamat tempat tinggal mereka, mau tidak mau masyarakat harus menghafal demi terpenuhi kebutuhan identitas sebagai warga negara. Hal tersebut yang membuat makna dari nama keempat kecamatan tersebut kehilangan posisinya di masyarakaten_US
dc.language.isoInden_US
dc.publisherFakultas Ilmu Budaya Universitas jemberen_US
dc.subjectPenamaan Kecamatanen_US
dc.titlePenamaan Kecamatan DI Kabupaten Lamongan : Kajian Antropolinguistik Tesisen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.prodiMagister Linguistik
dc.identifier.kodeprodi0120201


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record