Show simple item record

dc.contributor.authorJoni Eko Purnomo
dc.date.accessioned2013-12-07T06:10:12Z
dc.date.available2013-12-07T06:10:12Z
dc.date.issued2013-12-07
dc.identifier.nimNIM080110201001
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/6037
dc.description.abstractPola Diglosia pada Masyarakat Madura di Desa Kedungdowo Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo; Joni Eko Purnomo, 080110201001; 2013; 127 halaman; Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Jember. BM adalah salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia. BM digunakan sebagai sarana komunikasi sehari-hari oleh masyarakat yang bertempat tinggal di pulau Madura maupun di luar Madura, seperti wilayah Jawa Timur bagian timur. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan serta menjelaskan pola Diglosia pada Masyarakat Madura di Desa Kedungdowo secara empiris. Objek kajian dalam penelitian ini adalah (1) pemakaian bahasa pada masyarakat Madura dan (2) pola diglosia yang terjadi dalam masyarakat Madura. Bahasa yang digunakan penduduk Kedungdowo kepada (1) tuturan sesama orang Kedungdowo (OK), (2) tuturan dengan orang luar (OL). Data tuturan yang telah dikelompokkan tersebut dipilah lagi berdasarkan, (1) jarak etnik (OK dan OL), (2) jarak situasi tutur (formal dan tidak formal), (3) jarak sosial (sederajat dan tidak sederajat), (4) hubungan sosial (akrab dan tidak akrab). Pemakaian bahasa Madura pada masyarakat Madura di Desa Kedungdowo dibagi dalam berbagai ranah. Dalam ranah keluarga BM ragam ta’ abhâsa (enjâ’- iyâ) dan ragam abhâsa (engghi-enten) paling sering digunakan dalam situasi tidak formal, jarak sosial sederajat maupun tidak sederajat dan hubungan sosial akrab maupun tidak akrab, sedangkan BM ragam abhâsa (èngghi-bhunten) dan BI tidak pernah digunakan. Situasi formal sangat jarang ditemukan dalam ranah ini. Dalam ranah sosial ketetanggaan BM ragam ta’ abhâsa (enjâ’-iyâ) dan ragam abhâsa (engghi-enten) digunakan dalam situasi tidak formal, jarak sosial sederajat maupun tidak sederajat, hubungan sosial akrab maupun tidak akrab. BM ragam abhâsa (èngghi-bhunten) digunakan dalam situasi formal dan BI digunakan dalam situasi formal. Dalam situasi tidak formal, BI digunakan kepada OL yang baru dikenal, jarak sosial sederajat maupun tidak sederajat dan hubungan sosial tidak viii . akrab. Dalam ranah keagamaan, hanya BM ragam abhâsa (èngghi-bhunten) yang digunakan dalam situasi formal maupun tidak formal. BM ragam ta’ abhâsa (enjâ’-iyâ), abhâsa (engghi-enten) dan BI hampir tidak pernah digunakan dalam tuturan penuh, biasanya hanya dalam bentuk sisipan-sisipan dalam sebuah tuturan BM ragam abhâsa (èngghi-bhunten). Dalam ragam pendidikan BM hanya digunakan dalam situasi tidak formal, jarak sosial sederajat maupun tidak sederajat, dan hanya digunakan kepada lawan tutur yang akrab. selain BI digunakan dalam situasi formal, BI juga digunakan dalam situasi tidak formal, terutama kepada lawan tutur yang tidak akrab dan jarak sosial yang sederajat dan lebih tinggi. Dalam ranah pemerintahan BM ragam ta’ abhâsa (enjâ’-iyâ) dan ragam abhâsa (engghi-enten) digunakan dalam situasi tidak formal, jarak sosial sederat maupun tidak sederajat, akrab maupun tidak akrab. BM ragam abhâsa (èngghi-bhunten) dan BI hanya digunakan dalam situasi formal, jarak sosial sederajat maupun tidak sederajat, hubungan sosial akrab maupun tidak akrab. Pola diglosia yang ditemukan pada penggunaan BM dan BI pada masyarakat Kedungdowo dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Dalam ranah keluarga, BM ragam ta’ abhâsa (enjâ’-iyâ) merupakan bahasa R dan BM ragam abhâsa (engghi-enten) merupakan bahasa T (tinggi). Dalam ranah sosial ketetanggaan BM ragam ta’ abhâsa (enjâ’-iyâ) dan ragam abhâsa (engghi-enten) merupakan bahasa R (rendah) sedangkan BM ragam abhâsa ( èngghi-bhunten) dan BI merupakan bahasa T. Dalam ranah keagamaan, tidak ditemukan pola diglosia karena hanya digunakan satu ragam BM yaitu ragam abhâsa ( èngghibhunten) yang merupakan bahasa T. Dalam ranah pendidikan, BM ragam ta’ abhâsa (enjâ’-iyâ) merupakan bahasa R, sedangkan BM ragam abhâsa (engghienten) dan BI merupakan bahasa T. Dalam ranah pemerintahan, BM ragam ta’ abhâsa (enjâ’-iyâ) dan ragam abhâsa (engghi-enten) merupakan bahasa R sedangkan BM ragam abhâsa (èngghi-bhunten) dan BI merupakan bahasa T. Pola diglosia yang terjadi pada masyarakat di Desa Kedungdowo adalah pola nestedbertingkat, bahasa Madura ragam ta’ abhâsa (enjâ’-iyâ) sebagai varietas bahasa R terhadap ketiga varian bahasa lainnya.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries080110201001;
dc.subjectPOLA DIGLOSIAen_US
dc.titlePOLA DIGLOSIA PADA MASYARAKAT MADURA DI DESA KEDUNGDOWO KECAMATAN ARJASA KABUPATEN SITUBONDOen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record