Show simple item record

dc.contributor.authorFahrudin, Nanang
dc.contributor.authorIstiqomah, Liliek
dc.contributor.authorAli, Mohammad
dc.date.accessioned2014-08-19T02:33:01Z
dc.date.available2014-08-19T02:33:01Z
dc.date.issued2013
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/58978
dc.description.abstractPembatalan perkawinan merupakan akibat tidak dipenuhinya syarat dan rukun perkawinan serta tidak dipenuhinya aturanaturan hukum yang mengatur tentang perkawinan. Pembatalan perkawinan diatur dalam pasal 22-28 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Pasal 70 Inpres No 1 tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam batalnya suatu perkawinan tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi harus melalui Pengadilan Agama, yang diajukan oleh pihak-pihak yang berwenang untuk mengajukan pembatalan perkawinan yang diatur dalam pasal 23 dan 26 ayat (1) undang-undang perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan yang telah dilangsungkan di muka pegawai pencatat nikah yang tidak sah atau beberapa syarat dan rukun dalam perkawinan tersebut tidak dipenuhi, dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri.Jaksa sebagaimana disebut dalam pasal diatas, merupakan salah satu pihak yang berwenang mengajukan pembatalan perkawinanen_US
dc.publisherUNEJen_US
dc.relation.ispartofseriesArtikel Ilmiah Mahasiswa;
dc.subjectKewenangan Jaksaen_US
dc.subjectPembatalan Perkawinanen_US
dc.titleKEWENANGANJAKSA MENGAJUKAN PERMOHONAN PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Mahkamah Agung RI no 196 K/AG/1994)en_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

  • SRA-Law [296]
    Koleksi Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa S1 Bidang Hukum (FH)

Show simple item record