Show simple item record

dc.contributor.authorGalih Widhi Atma
dc.date.accessioned2014-01-24T01:40:07Z
dc.date.available2014-01-24T01:40:07Z
dc.date.issued2014-01-24
dc.identifier.nimNIM060110301063
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/23056
dc.description.abstractHindunisasi masyarakat Desa Kaligondo Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi merupakan dampak dari situasi perpolitikan nasional pasca pecahnya tragedi G30S 1965. Situasi perpolitikan di tingkat nasional semakin memanas, tidak terkontrol dan stabilitas keamanan nasional semakin tidak terkendali. Hal ini berdampak pada stabilitas di daerah-daerah, seperti di Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat umumnya masih bingung tentang keadaan sebenarnya mengenai Gerakan 30 September 1965 di Jakarta. Rezim Orde baru menuduh PKI sebagai dalang gerakan 30 September 1965 yang kemudian mengakibatkan adanya peristiwa pembantaian massal terhadap anggota PKI dan simpatisanya. Hal ini berdampak pada kehidupan masyarakat Desa Kaligondo yang mayoritas adalah etnis Jawa. Masyarakat Desa Kaligondo yang terbagai atas golongan Abangan yaitu orang-orang dari kalangan PNI, dan golongan Santri yaitu dari orang-orang NU. Selain itu orang-orang PKI yang dianggap orang ateis. Gerakan pembersihan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap PKI serta simpatisanya tersebut memberikan rasa trauma pada orang-orang PKI yang masih tersisa. Hal tersebut berdampak pada kehidupan keagamaan masyarakat Desa Kaligondo. Orang-orang abangan atau PNI juga tidak lepas dari kebencian orang orang NU. Mereka menganggap orang-orang PNI sama kafirnya dengan PKI. Bila berjamaah bersama dengan orang NU, terjadi sikap sinis yang ditujukan kepada orang-orang PNI. Konflik antara orang-orang NU dan PNI di Desa Kaligondo mengakibatkan rasa sakit hati orang PNI terhadap perlakuan yang diterima dari orang NU. Rasa sakit hati tersebut membuat orang-orang PNI di Desa Kaligondo enggan untuk melaksanakan sholat ke masjid, secara perlahan perasaan itu melunturkan identitas agama Islam pada diri mereka. Hal tersebut mendorong mereka untuk mencari keadilan sebagai penambat sakit hati mereka. Orang-orang PKI yang selamat dari pembantaian massal 1965 di Desa Kaligondo juga merasa ingin melepaskan identitas komunis yang ada pada diri mereka. Karena dengan identitas tersebut mereka tidak akan merasa aman. Orang PKI dan PNI di Desa Kaligondo ini kemudian merasa senasib, mereka seperti saudara. Hingga mereka sepakat bagaimana mereka bisa mendapatkan kedamaian hidup, yaitu dengan memeluk agama baru yaitu Agama Hindu. Pada tahun 1966 pemerintahan Orde Baru menghadirkan politik agama dengan mengeluarkan Tap/MPRS/No.XXVII/1966, yang menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia harus memeluk salah satu dari lima agama yang diakui negara yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Adanya pembinaan mental agama melalui Pusat Pembinaan Pendidikan Agama Politik agama yang dkeluarkan pemerintahan Orde Baru tersebut menjadi salah satu faktor pendukung orang-orang eks PKI dan PNI di Desa Kaligondo untuk mendapatkan agama baru. Kemudian Sri Martono dan Niti nekat pergi menghadap seorang misionaris Agama Hindu yaitu I Ketut Sidre yang bertempat di kampung bali yang terletak di Banyuwangi Kota. Disana mereka belajar banyak mengenai Agama Hindu hingga beberapa bulan mereka kembali pulang ke Desa Kaligondo. Setelah pulang ke Desa Kaligondo, mereka kemudian mengajarkan Agama Hindu kepada orang-orang eks PKI dan PNI yang menyambut baik Agama Hindu ini. Hingga akhir tahun 1967 mereka mendapatkan ijin resmi dari pemerintah untuk memeluk Agama Hindu yang sah secara hukum. Dampak dari Hindunisasi tersebut yaitu masyarakat Desa Kaligondo Khususnya orang-orang eks PKI dan PNI mendapatkan apa yang mereka cari yaitu kedamaian hidup dan penambat rasa sakit hati dengan identitas baru yaitu Agama Hindu. Agama Hindu menjadi jawaban atas ketidak adilan yang dialami oleh orang-orang eks PKI dan PNI. Agama Hindu di Desa Kaligondo ini adalah Hindu Jawa yang dianggap sama dengan tradisi kejawen dan tradisi leluhur, oleh karena itu orang-orang PNI bisa menerima dengan mudah ajaran-ajaran Agama Hindu ini. Disamping itu orang-orang eks PKI juga merasa bahwa Agama Hindu yang dipeluknya ini adalah agama pembebasan dari tekanan-tekanan sosial di masyarakat sehingga mereka mendapatkan kedamaian hidup. Selain itu, kesederhanaan adalah salah satu alasan mengapa mereka memilih Agama Hindu, kesederhanaan dalam ibadah maupun ajaran ajaran agamanya.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060110301063;
dc.subjectHINDUISASI, MASYARAKATen_US
dc.titleHINDUISASI MASYARAKAT DESAKALIGONDOKECAMATAN GENTENG KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 1965-1985en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record