Show simple item record

dc.contributor.authorHenny Rozannah
dc.date.accessioned2014-01-22T06:56:55Z
dc.date.available2014-01-22T06:56:55Z
dc.date.issued2014-01-22
dc.identifier.nimNIM020110301034
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/21174
dc.description.abstractTanah Branggah Banaran yang menjadi sengketa antara petani Branggah Banaran dengan PT. Perkebunan Branggah Banaran berawal dari terbitnya SK. Menteri Agraria tanggal 19-04-1961 No. SK. 159/ka seluas 539,7000 ha dengan sertifikat HGU No.1/Doko yang memberikan Hak Guna Usaha (HGU) kepada pihak Perkebunan Branggah Banaran. Setelah masa Hak Guna Usaha itu selesai, pihak Perkebunan Branggah Banaran kemudian mengadakan perpanjangan kembali, sehingga keluar HGU tahun 1997 tertanggal 04 Juni 1997 dengan No. 42/HGU/BPN/1997 oleh Menteri Agraria/Kepala BPN maka terbit HGU No 2/Sidorejo dan berakhir sampai tahun 2022, tertanggal 31 Desember 2022. sehingga menimbulkan konflik yang berkepanjangan yang akhirnya meluas dan menimbulkan gerakan dari petani Branggah Banaran itu sendiri. Dalam memperjuangkan kembali tanah milik mereka, berbagai macam cara ditempuh, melalui jalur hukum maupun aksi-aksi demo, seperti long march dan aksi pengerahan massa, yang seringkali dilakukan oleh para petani guna mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Blitar maupun dengan pihak yang berseteru yaitu Perkebunan Branggah Banaran. Dari berbagai aksi yang dilakukan petani Branggah Banaran, terdapat aksi yang memilukan yang disebut tragedi “Minggu Kelabu”, tanggal 18 Juni 2000, yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa, dan beberapa orang terluka parah akibat ditembak, serta tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dalam konflik masyarakat petani Branggah Banaran dengan pihak Perkebunan Branggah Banaran. Dari berbagai aksi yang dilakukan para petani Branggah Banaran tersebut, respon pihak perkebunan dalam menghadapi tuntutan para petani adalah dengan memberikan kompensasi berupa 100 ton jagung dan pemberian kompensasi berupa 2,5% dari hasil produksi cengkeh kepada masyarakat Desa Sidorejo Kecamatan Doko Kabupaten Blitar. Dalam pemberian kompensasi tersebut ada beberapa masyarakat yang tidak mau menerima kompensasi, karena merasa memiliki tanah tersebut. Walaupun beberapa dari masyarakat yang tidak mau menerima kompensasi dan terus berjuang mendapatkan tanahnya kembali, pihak Perkebunan Branggah Banaran tetap mengelola kembali tanah yang menjadi sengketa dengan adanya perpanjangan Hak Guna Usaha bagi Perkebunan Branggah Banaran dengan menganggap masalah sengketa tanah telah selesai dengan diberikannya kompensasi kepada masyarakat. Tetapi dari pihak petani tetap pada pendiriannya yaitu ingin memiliki tanah.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries020110301034;
dc.subjectMasalah Tanahen_US
dc.titleGerakan Petani Branggah Banaran Dalam Masalah Tanah di Perkebunan Branggah Banaran Kabupaten Blitar Tahun 2000-2001en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record