Show simple item record

dc.contributor.authorUJANG RUMANTO
dc.date.accessioned2014-01-07T02:43:21Z
dc.date.available2014-01-07T02:43:21Z
dc.date.issued2014-01-07
dc.identifier.nimNIM010110301083
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/13791
dc.description.abstractBerdasarkan penulisan di atas maka dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang melatarbelakangi munculnya tindakan nasionalisasi terhadap lembaga Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember oleh pemerintah RI. Nasionalisasi yang diberlakukan terhadap Puslit Koka Jember disebabkan oleh pertama, kegagalan pemerintah RI untuk menguasai Irian Barat dari tangan Belanda. Belanda selalu mengulur-ngulur waktu dalam pemberian janji pengembalian Irian Barat ke tangan bangsa Indonesia. Dampak positif yang lain yakni terungkapnya kasus Dwi-kewarganegaraan Lauw Siek Liem, yakni antara menjadi warga Negara Indonesia atau warga Negara RRC. Lauw Siek Liem memiliki kewarganegaraan ganda tersebut sejak jaman Belanda. Liem selalu lolos dari jeratan peraturan-peraturan yang dikeluarkan militer dan Pemerintah. Liem baru terbukti memiliki kewarganegaraan ganda ialah melalui perjuangan Rahmulyoko beserta Perkabanya.Lauw Siek Liem tahun 1962. Dampak positif selanjutnya adalah menguatnya jiwa kemandirian pada kalangan pegawai pribumi karena adanya perjuangan bersama mengelola lembaga yang dilakukan dalam keadaan yang serba sulit dan susah. Para pegawai pribumi telah terlatih secara mental untuk tetap tegar dalam menghadapi hambatanhambatan lainyangmungkinmunculdi kemudian hari. Adapun dampak negatif yang terjadi adalah Puslit Koka Jember kehilangan para ahli pertanian berkebangsaan Belanda yang merupakan tulang punggung penelitian perkebunan di Puslit Koka. Para ahli pertanian pergi begitu saja meninggalkan lembaga. Bersama mereka terdapat sejumlah modal dan nomor-nomor komoditi unggul hasil penelitian. Hal ini menyebabkan frekuensi penelitian menjadi tersendat-sendat, bahkan cenderung tidak berjalan sehingga tidak menghasilkan sumbangan apapun dalam bidang Iptek pertanian bagi bangsa Indonesia dalam kurun waktu tahun 1957-1962. Dampak negatif lainnya yakni merosotnya disiplin kerja para pegawai pribumi dan mereka ingin pergi meninggalkan lembaga. Mereka sering keluar- masuk lembaga dengan sekehendak hati hingga tidak kembali lagi. Mereka berusaha mencari pekerjaan lain di luar lembaga. Aktivitas ini terus berlangsung hingga naiknya Soenaryo menjadi Direktur Puslit Koka Jember menggantikan Kedua, munculnya Surat Keputusan Menteri Pertahanan No. 1063/PMT/1957 pada tanggal 9 Desember 1957 tentang nasionalisasi perusahaanperusahaan perkebunan beserta lembaga penyelidikan ilmiahnya. Surat Keputusan ini dikeluarkan oleh Penguasa Militer Pusat A.H. Nasution. Ketiga, adanya keinginan pemerintah RI untuk dapat merubah sistem ekonomi yang bersifat kolonial menjadi sistem ekonomi yang bersifat nasional, yang dibantu oleh gerakan massa rakyat. Aksi massa rakyat petani, massa partai dan massa buruh-buruh perkebunan memberikan ruang bagi kebebasan segenap bangsa Indonesia dalam menuntut haknya yang selama 350 tahun telah dirampas oleh kekuasaan kolonial Belanda. Kebebasan pemerintah RI untuk melakukan nasionalisasi di tengah-tengah tumbuhnya semangat nasionalisme rakyatnya, mendapatkan suasana baru dan terlindungi oleh rakyat. Terdapat perbedaan antara nasionalisasi Puslit Koka dengan nasionalisasi perusahaan-perusahaan lain di Indonesia. Nasionalisasi terhadap perusahaan lain menyebabkan bangkitnya semangat pemerintah dan para penyelenggaranya di lapangan untuk merubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional. Segenap kebijakan dan petunjuk teknis dilapangan dikeluarkan secara teliti dan tepat guna. Pemerintah dan pihak penyelenggara nasionalisasi telah terkuras segenap pemikiran dan tenaganya sehingga kondisi intern perusahaan atau lembaga-lembaga bersangkutan telah mengalami perubahan ke arah yang lebih baik seperti yang disimpulkan John O. Sutter, J. Thomas Lindblad dan para peneliti Indonesianisasi lainnya melalui analisis mereka. Fenomena umum yang muncul di masyarakat sehubungan dengan nasionalisasi perusahaan dan lembaga-lembaga lain di luar Puslit Koka Jember adalah lahan-lahan, pabrik, gedung perkantoran dan lain-lain jatuh ke tangan rakyat terlebih dahulu sebelum kemudian jatuh ke tangan militer. Terdapat beberapa dari kekuatan bangsa tersebut (rakyat) yang berhasil menguasai lahan, mendudukinya, mengolah dan mendirikan pedesaan di dalamnya dan tidak sempat jatuh ke tangan pihak lain hingga sekarang. Untuk Puslit Koka Jember, nasionalisasi yang diberlakukan terhadapnya, menyebabkan menurunnya semangat pemerintah pusat, militer, rakyat Jember dan para pegawai pribumi yang bekerja di dalamnya, untuk mengelola dan melanjutkan estafet penelitian tembakau, kopi, kakao dan karet yang semula dilakukan oleh para peneliti Belanda. Pemerintah tidak mau ambil pusing menyangkut nasionalisasi Puslit Koka. Pada tanggal 9 Desember 1957, Presiden Sukarno menyerahkan sepenuhnya persoalan tersebut kepada A.H. nasution selaku Penguasa Militer nasional. Militer kemudian tidak mau ambil pusing sehingga muncul pemikiran untuk membubarkan Puslit Koka Jember. Badan Litbangtan kemudian unjuk gigi dan penguasaan secara resmi kemudian beralih ke tangan Departemen Pertanian RI. Dengan latar belakang kondisi politik, ekonomi, sosial dan keamanan yang serba tidak menentu ketika itu, Departemen Pertanian RI kurang sungguh-sungguh dalam mengelola Puslit Koka Jember. Hal ini berdampak pada pindahnya para asisten peneliti dan para pegawai lainnya ke perkebunan-perkebunan dan perusahaan-perusahaan lain di Jember. Melihat fenomena ini, Puslit Koka akhirnya jatuh ke tangan para Hoa-Kiau dari kalangan Tionghoa. Kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan militer dan Departemen Pertanian menjadi tidak cocok diterapkan pada Puslit Koka dalam rangka mewujudkan Indonesianisasi yang sesungguhnya di lembaga tersebut. Bangsa Indonesia telah gagal dalam mengelola Puslit Koka pasca perginya orang-orang Belanda. Sejak saat itu Puslit Koka Jember terus menerus mengalami perubahan menuju arah yang paling buruk. Hal ini menjadi pengecualian dari pemikiran beberapa tokoh pemikir nasionalisasi di atas. Analisis Lindblad, J.O. Sutter dan lain-lain mengenai perubahan-perubahan yang terjadi dalam pengalihan (transfer), kontrol, pengembalian (return) dan partisipasi orang-orang pribumi pada bekas perusahaan asing seperti yang tersebut di atas, tidak terwujud pada Puslit Koka Jember. Puslit Koka Jember sejak tahun 1957 hingga tahun 1962, masih menjadi milik asing bukan pribumi. Dalam kondisi seperti ini, Puslit Koka Jember dapat menjadi embrio bagi lahirnya kekuatan ekonomi asing yang baru sebagai pengganti kekuatan ekonomi asing yang lama (Belanda) apabila para pegawai pribumi yang masih tersisa, Perkaba dan BANAS tidak segera turun tangan. Langkah-langkah yang dilakukan oleh para pegawai Puslit Koka Jember dalam usahanya mewujudkan kelangsungan penelitian perkebunan sesuai instruksi program nasionalisasi oleh pemerintah terhadap lembaganya, dilakukan melalui dua cara. Pertama, meminta pengiriman tenaga-tenaga ahli perkebunan dari CPV Bogor ke Puslit Koka Jember (CPV Jember). Langkah ini dilakukan karena Puslit Koka Jember telah kehilangan seluruh ahli pertaniannya yang sebagian besar berkebangsaan Belanda. Cara yang kedua adalah menjalankan Program Mandiri Balai. Program ini dilakukan CPV Jember setelah permintaan akan para ahli perkebunan tidak dapat dipenuhi pemerintah dan CPV Bogor, sementara kondisi lembaga semakin hari semakin memburuk, baik dalam segi pegawai maupun keuangan lembaga atau balai. Program mandiri ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi keuangan lembaga sehingga para pegawai dapat tetap bertahan di lembaga, disamping tetap megupayakan berlangsungnya kembali penelitian kopi, tembakau, kakao dan karet di CPV Jember. Tindakan nasionalisasi terhadap lembaga penelitian perkebunan oleh pemerintah RI pada tahun 1957-1962 banyak menimbulkan dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif. Dampak positif yang terjadi yakni didapatkannya aset-aset lembaga berupa gedung, tanah dan fasilitas penelitian yang telah menjadi hak milik Puslit Koka. Hal tersebut membawa dampak pada profesionalitas kinerja pada staf dan peneliti pemula atau junior dalam rangka melanjutkan kembali estafet penelitian perkebunan untuk membantu memulihkan kembali keterpurukan ekonomi bangsa pasca naiknya Soenaryo.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries010110301083;
dc.subjectKOPI DAN KAKAOen_US
dc.titleNASIONALISASI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO (PUSLIT KOKA) JEMBER TAHUN 1957-1962en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record